Sabtu, 24 Juli 2021

Pelukis Prof. Dr. H. Amri Yahya: Batik Bukan Milik Kita Lagi

Bambang Soebendo
sinarharapan.co.id
 
Sesudah kehilangan Pulau Sipadan dan Ligitan, apa lagi yang hilang dari kekayaan milik kita? Pasti banyak yang tidak percaya bahwa batik sudah bukan milik kita sejak beberapa tahun lalu. Batik sekarang hak patennya dimiliki oleh Malaysia.
 
“Padahal dunia luar sudah lama mengetahui dan mengakui bahwa batik adalah milik bangsa Indonesia. Hampir di seluruh wilayah Inodnesia mengenal seni batik. Ini merupakan kesalahan kita sendiri, karena kita kurang menghargai apa yang disebut hak paten,” kata pelukis batik dan juga pendidik Prof. Dr. H. Amri Yahya kepada SH baru-baru di Yogyakarta.
 
Tragis
 
Bukan hanya batik, tapi kekayaan kita yang lain di bidang kesenian seperti ornamen Dayak, kendi, wayang, keris dan songket Palembang kini hak patennya sudah dimiliki Malaysia. “Tentu saja kejadian ini merupakan sesuatu yang tragis,” tambahnya.
 
Kejadian yang tragis hendaknya bisa dijadikan pelajaran bagi kita, baik bagi para seniman maupun para birokrat, agar lebih menghargai dan jangan bersikap dingin atau acuh tak acuh terhadap kekayaan bangsa yang disebut kesenian. Caranya adalah dengan segera mencarikan hak paten bagi benda-benda seni yang dinilai berharga yang merupakan khazanah kekayaan bangsa.
 
“Tempe konon sudah milik Amerika Serikat dan kayu jati milik Singapura. Lha, kapan orang Amerika bisa membuat tempe, mereka ‘kan suka makan burger? Lha, kapan Singapura punya hutan yang ditanami pohon jati?” tanya pelukis kelahiran Sukaraja (Palembang), 29 September 1939 yang telah menetap di Yogyakarta selama 45 tahun lebih.
 
Ada kejadian tragis lainnya yang menyangkut masalah batik. Di Indonesia akhir-akhir ini, termasuk di Yogyakarta dan Jakarta, jarang sekali diselenggarakan pameran batik atau lukisan batik. Kebanyakan dari kita menganggap batik bukan karya seni, tapi barang kerajinan. Jadi menganggap nilainya rendah, dan kurang pantas dipamerkan sebagai karya seni. Padahal di luar negeri seperti Jerman, Inggris dan Australia serta Amerika Serikat setiap tiga bulan sekali sekali menyelenggarakan pameran.
 
Ketika ditanya apakah dirinya masih sering memamerkan karya-karya lukis batiknya, dengan nada serius pelukis yang dosen seni rupa di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menyatakan: “Darah saya itu batik, karena saya mencintai batik dengan sepenuh hati. Batik itu ada di seluruh Indonesia, termasuk di Palembang, bukan hanya di Jawa saja.”
 
Memilih Pendidik
 
Di mata dunia kesenian, khususnya seni rupa, Amri Yahya dikenal sebagai seorang pelukis senior Indonesia yang pantas diperhitungkan. Karya-karyanya telah banyak dikoleksi perorangan, pejabat negara dan lembaga di dalam maupun di luar negeri. Berpameran sejak tahun 1957 baik di dalam maupun di luar negeri, hingga tahun 2003 ini dari tahun 1954 Amri telah menghasilkan ribuan karya, baik seni lukis batik maupun cat air.
 
Tahun 1972 Amri mendirikan Amri Gallery di Gampingan, Yogyakarta, pada saat Indonesia mempersiapkan diri sebagai tuan rumah Konferensi PATA tahun 1974. Tahun 1979 mendirikan Himpunan Senirupawan Indonesia (HSRI), yang dimaksudkan membawa para senirupawan Indonesia ke forum internasional melalui IAA (International Association of Art) dan Unesco.
 
Lulus Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) tahun 1959 dan IKIP Yogyakarta tahun 1971, dan memperdalam keramik dinding di Belanda (1979). Sampai sekarang masih tetap mengajar seni rupa di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sampai memperoleh gelar doktor (2001) dan profesor (2002).
 
Ketika ditanya, manakah yang lebih membanggakan dirinya: sebagai seorang seniman/pelukis atau sebagai seorang pendidik? Dengan diplomatis, pelukis yang punya wajah mirip bintang film Charles Bronson ini menjawab. “Saya dengan jujur menjawab lebih bangga menjadi seorang pendidik. Kan amalnya lebih banyak daripada menjadi seorang seniman?” selorohnya.
 
Tentang pendidikan seni rupa di perguruan tinggi, Amri menjelaskan tujuannya adalah menjadi seorang pendidik, bukan menjadi seorang seniman. Kalau bisa kedua-duanya menjadi seorang pendidik juga seorang seniman.
 
Ada perbedaan pendidikan seni rupa di ASRI kini ISI (Institut Seni Indonesia) dan di UNY, walaupun kedua-duanya kalau lulus berhak menyandang gelar sarjana. “Sarjana seni rupa di ISI tidak wajib menjadi seorang pendidik, tetapi menjadi seorang seniman. Apakah sang sarjana ini mampu menjadi seorang seniman tergantung pada bakat dan lingkungan yang membentuknya. Sarjana seni rupa di UNY wajib menjadi seorang pendidik di bidang seni rupa. Kalau mampu menjadi seniman seperti saya, ya syukur alhamdullilah, tapi tidak wajib,” jelas Amri Yahya.
 
Apakah lulusan sarjana seni rupa yang jumlahnya sudah ratusan orang, sudah banyak yang jadi seniman, Amri dengan nada serius menyatakan: “Menjadi seorang seniman itu tidak mudah. Selain punya bakat, perlu perjuangan dan pembelajaran diri yang tak pernah henti, dan tidak boleh lekas puas diri. Jangankan lulusan UNY, apakah lulusan ISI semuanya bisa menjadi seorang seniman/pelukis? Sulit mencari seorang yang bernama Nyoman Gunarsa, Aming Prayitno, Widayat, Bagong Kussudiardjo, Djoko Pekik atau Trubus. Mungkin dari 100 lulusan ISI yang sudah bergelar sarjana hanya satu atau dua yang mampu menjadi pelukis berbobot yang kelak menjadi pelukis besar. Itulah sebabnya menjadi seorang pelukis memang tidak mudah. Kalau sekadar tukang gambar ya gampang-gampang saja,” kata Amri sambil berseloroh lagi.
 
Ketika ditanya lagi, apakah dirinya merasa bangga menjadi seorang pelukis mampu meraih gelar doktor plus gelar profesor, Amri menyatakan tentu saja bangga karena semua ini lewat perjuangan panjang dan berat, selebihnya adalah anugerah Tuhan.
***

http://sastra-indonesia.com/2010/04/pelukis-prof-dr-h-amri-yahya-batik-bukan-milik-kita-lagi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Kirno Tanda A.C. Andre Tanama A.D. Pirous A.S. Laksana Abdillah M Marzuqi Abdul Ajis Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abu Nisrina Adhi Pandoyo Adib Muttaqin Asfar Adreas Anggit W. Afnan Malay Agama Para Bajingan Agung Kurniawan Agung WHS Agus B. Harianto Agus Dermawan T Agus Hernawan Agus Mulyadi Agus R. Subagyo Agus Sigit Agus Sulton Agus Sunyoto Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Alim Bakhtiar Alur Alun Tanjidor Amang Rahman Jubair Amien Kamil Amri Yahya Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo Andong Buku Andong Buku #3 Andong Buku 3 Andry Deblenk Anindita S Thayf Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Adrian Anton Kurnia Anwar Holid Ardhabilly Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arti Bumi Intaran Ary B Prass Aryo Wisanggeni G AS Sumbawi Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Ayu Sulistyowati Bambang Bujono Bambang Soebendo Bambang Thelo Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Basoeki Abdullah Basuki Ratna K BE Satrio Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Brunel University London Buku Kritik Sastra Bustan Basir Maras Candrakirana KOSTELA Catatan Cover Buku Dahlan Kong Daniel Paranamesa Dari Lisan ke Lisan Darju Prasetya Debat Panjang Polemik Sains di Facebook Dedy Sufriadi Dedykalee Denny JA Desy Susilawati Di Balik Semak Pitutur Jawa Dian Sukarno Dian Yuliastuti Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dipo Handoko Disbudpar Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwin Gideon Edo Adityo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Esai Evan Ys F. Budi Hardiman Faidil Akbar Faizalbnu Fatah Yasin Noor Festival Teater Religi Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Franz Kafka Galeri Sonobudoyo Gatot Widodo Goenawan Mohamad Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Hans Pols Hardjito Haris Saputra Harjiman Harryadjie BS Hendra Sofyan Hendri Yetus Siswono Hendro Wiyanto Heri Kris Herman Syahara Heru Emka Heru Kuntoyo htanzil I Wayan Seriyoga Parta Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indigo Art Space Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Intan Ungaling Dian Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Jajang R Kawentar Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jiero Cafe Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jonathan Ziberg Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jual Buku Paket Hemat 23 Jumartono K.H. Ma'ruf Amin Kabar Kadjie MM Kalis Mardiasih Karikatur Hitam-Putih Karikatur Pensil Warna Kartika Foundation Kemah Budaya Pantura (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Koktail Komik Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Koskow Koskow (FX. Widyatmoko) KOSTELA Kris Monika E Kyai Sahal Mahfudz L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Shitaresmi Leo Tolstoy Literasa Donuts Lords of the Bow Luhung Sapto Lukas Luwarso Lukisan M Anta Kusuma M. Ilham S M. Yoesoef Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoenomo Mas Dibyo Mashuri Massayu Masuki M Astro Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Moch. Faisol Moh. Jauhar al-Hakimi Moses Misdy Muhajir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musdalifah Fachri Ndix Endik Nelson Alwi Nietzsche Noor H. Dee Novel Pekik Nung Bonham Nurel Javissyarqi Nurul Hadi Koclok Nuryana Asmaudi SA Obrolan Octavio Paz Oil on Canvas Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Pameran Lukisan Pasar Seni Indonesia Pasar Seni Lukis Indonesia PC. Lesbumi NU Babat Pekan Literasi Lamongan Pelukis Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Saron Pelukis Sugeng Ariyadi Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pesta Malang Sejuta Buku 2014 Proses kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga R Ridwan Hasan Saputra Rabdul Rohim Rahasia Literasi Rakai Lukman Rambuana Raudlotul Immaroh Redland Movie Remy Sylado Rengga AP Resensi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Riki Antoni Robin Al Kautsar Rodli TL Rudi Isbandi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumoh Projects S. Yadi K Sabrank Suparno Saham Sugiono Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sapto Hoedojo Sastra Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra ke #24 Senarai Pemikiran Sutejo Seni Rupa Septi Sutrisna Seraphina Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sketsa Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Srihadi Soedarsono Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sugeng Ariyadi Suharwedy Sunu Wasono Susiyo Guntur Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno SZ Syifa Amori Tammalele Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace TANETE Tarmuzie Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Pinang Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Toto Nugroho Tri Andhi S Tri Moeljo Triyono Tu-ngang Iskandar Tulus Rahadi Tulus S Universitas Indonesia Universitas Jember Vincent van Gogh Vini Mariyane Rosya W.S. Rendra Wachid Duhri Syamroni Wahyudin Warung Boenga Ketjil Wasito Wawancara Wayan Sunarta William Bradley Horton Yona Primadesi Yosep Arizal L Yunisa Zawawi Se Zulfian Hariyadi