Minggu, 07 Februari 2021

Perupa-Sastra…

Wahyudin *
Jawa Pos, 20 Sep 2020
 
Ini catatan kaki belaka dari pengetahuan umum di dunia seni rupa Indonesia. Saya ingin mengulangnya di sini untuk menggarisbawahi kata-kata sastrawan-perupa Goenawan Mohamad dalam ’’Saya Tidak Tahu, Mari Kita Tenang” (Jawa Pos, Minggu, 13 September) ini: ’’Seorang pengarang jadi perupa, sebagaimana seorang perupa jadi sastrawan, itu bukan gangguan bagi kehidupan seni dan sastra.”

 
JAMAK diketahui, dari zaman Persagi sampai masa kiwari, sejumlah perupa mendayagunakan karya sastra, baik sebagai inspirasi maupun kontemplasi, dalam karya seni rupa mereka. Bahkan, ada yang menggubah sajak, mengarang cerita pendek, dan menulis novel.
 
Sebutlah, misalnya, S. Sudjojono (1913–1986). Pada sejumlah lukisannya, ’’Bapak Seni Lukis Indonesia Baru’’ itu kerap menerakan berbaris teks yang terbaca seperti sajak di atas kanvas. Pelukis lain sezamannya, misalnya, Affandi (1907–1990) dan Hendra Gunawan (1918–1983), pun melakukan hal serupa pada beberapa lembar kanvas mereka.
 
Di bawah generasi para maestro seni rupa Indonesia modern itu, kita mengenal Danarto (1940–2018). Perupa Sanggar Bambu itu masyhur dengan cerita pendek-cerita pendek garib, seperti terhimpun dalam Godlob (1975), Adam Makrifat (1982), dan Kacapiring (2008), yang membuatnya diakui sebagai pelopor realisme magis di dunia sastra Indonesia.
 
Selain Danarto, kita mengetahui Jeihan Sukmantoro (1938–2019) dan I Made Wianta (l. 1949) sebagai perupa yang menyajak sejak 1970-an. Bahkan, lewat rubrik ’’Puisi mBeling” majalah Aktuil, yang diampu kritikus seni rupa yang penyair Sanento Yuliman (1941–1992), Jeihan sohor sebagai salah seorang eksponen puisi mbeling pada masa itu.
 
Dari sana, sajak-sajak Jeihan dihimpun ke dalam sebuah buku berjudul Mata mBeling Jeihan (2000). Selanjutnya, ia menerbitkan buku kumpulan puisi Jeihan, Gambar, Bunyi (2009) dan Bukuku Kubuku: Sajak Filsafat (2009).
 
Adapun I Made Wianta telah menerbitkan tiga antologi puisi, yaitu Korek Api Membakar Almari Es: Kumpulan Puisi 1975–1995 (1996), 2 ½ Menit (2000), dan Kitab Suci Digantung di Pinggir Jalan New York (2003).
 
Menyela Jeihan dan Wianta, eksponen Kepribadian Apa dan Gerakan Seni Rupa Baru, Gendut Riyanto (1955–2003) menerbitkan buku puisi-rupa berjudul Habis Gelap Terbitlah Gelap (1994).
 
Kurun berganti, seiring terang-cahaya ’’kontemporer” di dunia seni rupa Indonesia, terbit nama Arahmaiani (l. 1961) sebagai perupa yang gemar berasyik masyuk dengan sajak, seperti tersua dalam dua buku kumpulan puisinya, Roh Terasing (2004) dan Tunjukkan Hatimu Padaku (2010).
 
Pada tahun yang sama dengan Roh Terasing, Galam Zulkifli (l. 1971) menerbitkan novel Taman Sari: Dari Dunia Imajiner Lalu Lompatan Katarupa setebal xiii + 144 halaman. Pada 2008, cetakan kedua novel itu terbit dengan 64 halaman berwarna yang memuat 29 reproduksi lukisan Galam.
 
Dua tahun sebelumnya, Ugo Untoro (l. 1970) menerbitkan Short-Short Stories. Satu tahun kemudian, ia menggubah puisi-rupa tentang tragedi kuda, sebagaimana tersaji dalam pameran tunggalnya bertajuk Poem of Blood di Taman Budaya Yogyakarta (9–17 Maret 2007) dan Galeri Nasional Indonesia, Jakarta (12–26 April 2007).
 
Setelah satu dasawarsa berlalu, Ugo kembali bersastra bukan dengan puisi, melainkan dengan menerbitkan revisi Short-Short Stories menjadi Cerita Pendek Sekali (2017) berisi 80 fiksi mini dalam buku 12 x 19 sentimeter setebal 106 halaman. Kemudian, pada 2019, ia menerbitkan Setan yang Menjelma Jadi Agar-Agar berdasar lukisan bermedia marker dan kanvas 120 x 100 sentimeter berjudul sama yang pernah tampil dalam pameran tunggalnya, Melupa, di Ark Galerie, Jogjakarta, 20 Juli–30 Agustus 2013.
 
Seperti terinspirasi dengan Affandi, Hendra Gunawan, dan S. Sudjojono, Dipo Andy (l. 1975) menggubah sajak ’’Teks-Teks Kegalauan” yang tergurat dalam belasan objek-instalasi pada pameran tunggalnya, Appropriating Marginality, di Emmitan Contemporary Art Gallery, Surabaya, 28 Oktober–7 November 2012.
 
Tak mau ketinggalan, pada 2016, R.E. Hartanto (l. 1973) menerbitkan Endorphin: Kumpulan Cerita dan Rupa setebal 164 halaman yang memungkinkannya berkerabat secara estetis dengan Alice in the Wonderland Lewis Carroll dan The Little Prince Antoine de Saint-Exupery.
 
Belakangan, F. Sigit Santoso (l. 1964) giat menulis cerita pendek. Salah satunya berjudul ’’Malo” diperlihatkannya kepada saya pada 14 Juni lalu. Menurutnya, cerita pendek itu adalah buah dari ketertarikannya pada gaya penulisan dan pemaparan Guy de Maupassant.
***
 
Sampai saat tulisan ini terbit, saya tak mendengar seorang pun sastrawan mempersoalkan kebersastraan perupa-perupa tersebut serupa ’’tenaga kerja asing” yang mau menyerbu ’’lumbung padi” sastra (di) Indonesia.
 
Tak juga saya mendengar satu pun kritikus sastra yang mempertanyakan: untuk apa Arahmaiani, Wianta, Ugo, Galam, Dipo, Hartanto, dan Sigit, yang kondang, mapan, dan tajir dengan karya seni rupa berharga ratusan juta rupiah, bergenit-genit bikin puisi, cerpen, dan novel?
 
Yang saya dengar justru penerimaan, pengakuan, dan penghormatan kalangan sastra atas puisi, cerita pendek, dan novel perupa-perupa tersebut.
 
Penyair Afrizal Malna dan Saut Situmorang serta novelis Sindhunata menyambut baik puisi-puisi Wianta sebagai ’’puisi konkret” ala ’’seniman avant-garde Prancis” dengan ’’spontanitas” tinggi sehingga membuat pembaca ’’ikut sibuk” dan ’’pontang-panting”, dan membikin ’’kacau prosedur-prosedur bahasa” dengan ’’pemantangan baru”.
 
Pengamat sastra St. Sunardi menilai puisi-puisi Arahmaiani, terutama dalam Roh Terasing, seperti ’’pengalaman padang pasir yang kering yang musti dilalui oleh setiap calon nabi sampai ia lupa akan keinginannya.”
 
Penulis sastra Puthut E.A. memuji Cerita Pendek Sekali Ugo sebagai ’’kisah ringkas yang sangat nikmat” yang membuatnya ’’takjub” karena ’’Ugo mampu menuliskannya secanggih para penulis kisah.”
 
Tak kurang dari itu adalah komentar penyair dan penerjemah sastra Arif Bagus Prasetyo atas Taman Seni Galam. ’’Imajinatif, rada romantik, dan pedagogis juga. Tapi tak apa,” katanya.
***
 
Kita lihat, sekali lagi, penghormatan, pengakuan, dan penerimaan penulis, penikmat, pengamat, penyair, dan kritikus sastra itu terarah pada ’’karya” atau ’’pokok”, bukan ’’nama” atau ’’sosok” perupa-sastra. Mengapa itu sulit diamalkan untuk sastrawan yang berseni rupa?
 
Mari kita berkaca.

*) Kurator Seni Rupa. http://sastra-indonesia.com/2020/09/perupa-sastra/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Kirno Tanda A.C. Andre Tanama A.D. Pirous A.S. Laksana Abdillah M Marzuqi Abdul Ajis Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abu Nisrina Adhi Pandoyo Adib Muttaqin Asfar Adreas Anggit W. Afnan Malay Agama Para Bajingan Agung Kurniawan Agung WHS Agus B. Harianto Agus Dermawan T Agus Hernawan Agus Mulyadi Agus R. Subagyo Agus Sigit Agus Sulton Agus Sunyoto Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Alim Bakhtiar Alur Alun Tanjidor Amang Rahman Jubair Amien Kamil Amri Yahya Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo Andong Buku Andong Buku #3 Andong Buku 3 Andry Deblenk Anindita S Thayf Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Adrian Anton Kurnia Anwar Holid Ardhabilly Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arti Bumi Intaran Ary B Prass Aryo Wisanggeni G AS Sumbawi Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Ayu Sulistyowati Bambang Bujono Bambang Soebendo Bambang Thelo Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Basoeki Abdullah Basuki Ratna K BE Satrio Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Brunel University London Buku Kritik Sastra Bustan Basir Maras Candrakirana KOSTELA Catatan Cover Buku Dahlan Kong Daniel Paranamesa Dari Lisan ke Lisan Darju Prasetya Debat Panjang Polemik Sains di Facebook Dedy Sufriadi Dedykalee Denny JA Desy Susilawati Di Balik Semak Pitutur Jawa Dian Sukarno Dian Yuliastuti Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dipo Handoko Disbudpar Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwin Gideon Edo Adityo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Esai Evan Ys F. Budi Hardiman Faidil Akbar Faizalbnu Fatah Yasin Noor Festival Teater Religi Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Franz Kafka Galeri Sonobudoyo Gatot Widodo Goenawan Mohamad Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Hans Pols Hardjito Haris Saputra Harjiman Harryadjie BS Hendra Sofyan Hendri Yetus Siswono Hendro Wiyanto Heri Kris Herman Syahara Heru Emka Heru Kuntoyo htanzil I Wayan Seriyoga Parta Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indigo Art Space Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Intan Ungaling Dian Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Jajang R Kawentar Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jiero Cafe Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jonathan Ziberg Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jual Buku Paket Hemat 23 Jumartono K.H. Ma'ruf Amin Kabar Kadjie MM Kalis Mardiasih Karikatur Hitam-Putih Karikatur Pensil Warna Kartika Foundation Kemah Budaya Pantura (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Koktail Komik Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Koskow Koskow (FX. Widyatmoko) KOSTELA Kris Monika E Kyai Sahal Mahfudz L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Shitaresmi Leo Tolstoy Literasa Donuts Lords of the Bow Luhung Sapto Lukas Luwarso Lukisan M Anta Kusuma M. Ilham S M. Yoesoef Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoenomo Mas Dibyo Mashuri Massayu Masuki M Astro Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Moch. Faisol Moh. Jauhar al-Hakimi Moses Misdy Muhajir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musdalifah Fachri Ndix Endik Nelson Alwi Nietzsche Noor H. Dee Novel Pekik Nung Bonham Nurel Javissyarqi Nurul Hadi Koclok Nuryana Asmaudi SA Obrolan Octavio Paz Oil on Canvas Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Pameran Lukisan Pasar Seni Indonesia Pasar Seni Lukis Indonesia PC. Lesbumi NU Babat Pekan Literasi Lamongan Pelukis Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Saron Pelukis Sugeng Ariyadi Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pesta Malang Sejuta Buku 2014 Proses kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga R Ridwan Hasan Saputra Rabdul Rohim Rahasia Literasi Rakai Lukman Rambuana Raudlotul Immaroh Redland Movie Remy Sylado Rengga AP Resensi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Riki Antoni Robin Al Kautsar Rodli TL Rudi Isbandi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumoh Projects S. Yadi K Sabrank Suparno Saham Sugiono Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sapto Hoedojo Sastra Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra ke #24 Senarai Pemikiran Sutejo Seni Rupa Septi Sutrisna Seraphina Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sketsa Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Srihadi Soedarsono Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sugeng Ariyadi Suharwedy Sunu Wasono Susiyo Guntur Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno SZ Syifa Amori Tammalele Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace TANETE Tarmuzie Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Pinang Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Toto Nugroho Tri Andhi S Tri Moeljo Triyono Tu-ngang Iskandar Tulus Rahadi Tulus S Universitas Indonesia Universitas Jember Vincent van Gogh Vini Mariyane Rosya W.S. Rendra Wachid Duhri Syamroni Wahyudin Warung Boenga Ketjil Wasito Wawancara Wayan Sunarta William Bradley Horton Yona Primadesi Yosep Arizal L Yunisa Zawawi Se Zulfian Hariyadi