Keterangan:
Almarhum Pelukis Harjiman dan Almarhum Pelukis Tarmuzie,
Almarhum Pelukis Harjiman dan Almarhum Pelukis Tarmuzie,
foto sekitar tahun 1980-an.
Tampil sosok Seniman lukis kondang dengan berbagai hasil
karya yang begitu populair. H. Harjiman, yang berhasil membenahi Kampung Taman
Sari sehingga bangkit menjadi pusat kehidupan batik yang menjanjikan lestarinya
seniman dan perajin batik, karya batik yang tumbuh hingga berkembang seiring
kemajuan zaman.
Untuk menghadirkan profil kita kali ini secara utuh
adalah tidak mungkin, kesempatan penulis ketemu dengan beliau di studio-nya
Sentikan Kalasan tidak akan dapat menggambarkan ujud utuh sosok H. Harjiman
sang pelukis yang sarat dengan dedikasi, profesi, prestasi dan idealismenya
yang sangat tinggi. Sehingga dalam kesempatan penuturan kali ini, penulis hanya
ingin mengurai sisi obsesi Harjiman yang ingin mewujudkan simbiosis mutualisma
antara museum Harjiman dengan lingkungannya di Sentikan.
Dalam menghadirkan profil Harjiman, selain dari hasil
omong-omong langsung, penulis melengkapi bahan tulisan ini dengan literatur :
Proses Kreatif H. Harjiman oleh Sri Harjanto Sahid, serta dari Seni Lukis H. Harjiman,
Kontemplasi dan Ritus oleh M. Agus Burhan.
Harjiman lahir 21 Februari 1954 di Taman Sari, Kecamatan
Kraton Yogyakarta ialah anak terakhir dari tiga bersaudara, dari simbok Sudjiah
dan Bapak Harjoutomo (Setu). Sejak SD hingga kuliah di STSRI ASRI, Harjiman
membagi waktu dengan berjualan es dorong. SMP nya diselesaiakan di Taman Dewasa
Pedotan, Jajak, Banyuwangi, kemudian Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta.
Harjiman merupakan salah seorang diantara beberapa
Seniman Seni Rupa yang produktif. Baginya berkesenian itu sudah menjadi tekad
dan menyatu dalam hidupnya. Buktinya bahwa karena kesungguhannya dalam
menggeluti dunia seni lukis berbagai persoalan kehidupan yang bersifat lahiriah
maupun batiniah melalui kontemplasinya terhadap hal ini tetap mampu memacu
kreatifitasnya, yang tercermin nyata dalam karya-karyanya.
Banyak seniman menganggap bahwa melukis haruslah total,
menjadi aktivitas tunggal. Di antara kerumitan pilihan sikap itu, Harjiman (49)
melukis dengan lapar, demikian pun dalam menggalang Paguyuban Senirupawan Taman
Sari, atau secara sporadis terlibat dalam kegiatan seni lainnya. Masih belum
cukup dengan itu semua, juga sangat obsesif ingin membangun museum pribadi di
dekat studionya di Sentikan Kalasan.
Harjiman termasuk seniman yang percaya bahwa menggulirkan
wacana seni lukis tidak mesti hanya lewat kanvas. Lukisan sebagai artifak,
lewat kerja seni yang intens juga telah membekukan fakta-fakta dari dimensi
sosial maupun mental dan kejiwaan. Dengan kata lain melukis bukanlah hanya
berhenti menciptakan benda-benda, namun lebih jauh lagi untuk menggulirkan
pemikiran dan makna-makna. Dengan demikian pengguliran wacana itu juga bisa
dilakukan pelukis lewat komponen-komponen bantunya. Dalam kontek demikianlah
Harjiman bisa didekati secara integratif dalam semua aktifitas maupun
persoalan-persoalan hidup yang melingkupi keseniannya.
Harjiman tumbuh dari keluarga sederhana di Kampung Taman
Sari, ia ikut membatik seperti kebanyakan tetangganya. Kehidupan yang keras
diisi juga dengan membantu ayahnya berjualan es. Beruntung kesadaran pribadi
terus membimbingnya untuk melakukan mobilitas vertikal lewat pendidikan,
sehingga dapat melampaui Taman Sari. Dalam pergulatan itu ada juga dorongan kuat
untuk melakukan perubahan lingkungan. Sebagai agen perubahan (agent of change)
Ia membangun Paguyuban Taman Sari yang mendorong para perajin batik meningkat
menjadi Pelukis-pelukis.
Harjiman memang tumbuh dengan ketrampilan sosial yang
cair. Di samping itu sebagai pelukis dari kehidupan rakyat dan kekayaan
kultural Yogyakarta, ia mempunyai ekspresi dengan simbol-simbol komunikatif
sesuai konvensi dan nafas masyarakatnya Taman Sari. Harjiman sebagai
profesional integratif yang masih terus berekplorasi, dalam perjalanan seni
lukisnya pernah mengalami disharmoni keluarga, konflik-konflik, sampai
perpecahan. Uniknya dia bisa mentransendir ketegangan-ketegangan itu lewat
perjalanan pencarian ke daerah-daerah pelosok sampai ke tanah suci Mekkah Al
Mukaromah.
Tahun 1970 Harjiman ikut mendirikan sanggar Kalpika di
Kampung Taman sari, cita-citanya untuk mengangkat derajat kehidupan sanak-suadara
dan komunitas seni kerajinan batik agar lebih bisa menghidupi baik lahir maupun
batin, ternyata terpaksa mentok karena berbagai hal, seperti adanya status
magersari yang dirasa sangat membelenggu kreatifitas seniman yang ingin
berkembang baik fisik maupun obsesinya. Selama berkecimpung dalam dunia
batik-membatik yang notabene bisnis home industri, Harjiman berusaha untuk
dapat membina paguyuban senirupa Taman Sari, termasuk juga aktifitas pembuatan
batik sebagai biaya studi di STSRI ASRI, yang pada tahun 1984 dapat
diselesaikannya.
Namun ada sesuatau yang sangat mendesak dan selalu
bergejolak untuk dapat direalisir oleh sosok Harjiman, yaitu adanya sebuah Museum
Harjiman, yang menurutnya tak mungkin untuk didirikan di Taman Sari atau di
Suryodiningratan, dimana ia pernah tinggal selama 4 tahun. Untuk itu Harjiman
mulai menggagas realisasi Museum tersebut di luar Kota, ia mendapatkan lokasi
yang sangat tepat menurut perhitungannya yaitu di Sentikan - Karangnongko -
Tirto Martani - Kalasan. Di tempat ini yang diyakini sebagai tempat yang erat
kaitannya dengan kehidupan berkesenian yang sangat membutuhkan adanya kondisi
simbiosis mutualistis dengan lingkungannya.
Menurut Harjiman, kondidi Sentikan tidak jauh berbeda
dengan Taman sari dengan berbagai potensinya, di Sentikan ini ada sifat
masyarakat yang namanya gotong royong antar sesama, ada semangat untuk maju
dengan membuka diri dari pergaulan, juga ada semangat untuk menerima
pembaharuan. Maka dengan kondisi yang demikian itu, Harjiman tidak kecewa
dengan pilihan yang telah diambil untuk mewujudkan obsesinya mendirikan museum
Harjiman yang sudah sekian lama ingin segera hadir.
Kehadiran musseum-nya nanti harus dapat digunakan untuk
kepentingan banyak pelaku budaya lainnya seperti, Penelitian sejarah seni rupa,
workshop atau kegiatan lain. Bahkan jika mungkin sebagai rangsangan untuk
menumbuh kembangkan pengertian kepada para pelukis muda berbakat lainnya untuk
mempunyai kegairahan menyimpan karya seninya yang adi luhung, tidak hanya dijual
kepada kolektor seni saja.
Mengingat sekarang ini dalam lingkungan kehidupan
kalangan menengah ke atas sudah muncul adanya lukisan berbobot sebagai salah
satu simbol kemapanan seseorang, hal ini timbul karena adanya kemajuan berapresiasi
di dalam kesenian khususnya seni rupa. Ditempatnya yang baru ini dirasa sangat
menarik untuk membangun kontribusi budaya dalam kehidupan jangka panjang, dan
setelah mengalami adabtasi dengan lingkunan fisik maupun sosial, timbul
pemikiran yang dilatar belakangi setting Taman Sari yang sangat mungkin untuk
bisa diterapkan di Sentikan Kalasan.
Bermodalkan sebagai seniman yang konsisten dengan
kesenimanannya, maka Harjiman bertekad merealisir terwujudnya musem Harjiman di
situ. Yang mendesak untuk digarap adalah, adanya komponen penyangga berupa
respon positif dari masyarakat lingkungannya, sehingga mampu mendukung semakin
cerahnya aura Jogja sebagai pusat budaya. Dengan banyaknya museum yang dimiliki
para seniman, diharapkan dapat memberikan dampak mengalirnya kunjungan
wisatawan baik manca negara maupun Nusantara ke Jogja tercinta ini. Dengan
tumbuhnya kreatifitas yang dahsyat ini diharapkan berdampak pada perekonomian,
pendidikan, pariwisata dan sebagainya yang mampu membangkitkan gairah
perekonomian rakyat kecil sebagai pelaku budaya.
Berawal pada tahun 1994 Harjiman membeli tanah seluas
2000 meter persegi sebagai calon lokasi museum yang terletak di depan
studionya. Di Sentikan diharapkan dalam delapan tahun mendatang sudah bangkit
adanya kawasan Desa Budaya yang di dukung oleh pelaku budaya dari para warganya
yang berkiprah pada pertanian, perikanan, sanggar seni lukis anak, TPA, batik,
keramik/kriya, seniman kereta dan sebagainya.
Pada tahun 2000 yang lalu telah berhasil dilaksakan
peletakan batu pertama oleh Bapak Damarjati Supajar, yang diiringi prosesi seni
dari kawan-kawan seniman Jogja yang menghadirkan kreatifitas seni adi luhung
yang menyatu dengan masyarakat Sentikan. Setiap mengadakan pameran sebagai kewajiban
seorang pelukis untuk memberikan laporan hasil karya yang telah memenuhi studio
kepada khalayak ramai, Harjiman juga ingin membeberkan tentang kemajuan proses
kreatif kontribusi budaya berupa pembangunan museum, yang pada tahun 2003 ini
sudah bisa membuat dak dan lainnya.
Karena prosesnya yang makan waktu lama, maka akan membawa
konsekuensi bagi lingkungan sekitar bagaimana masyarakat merespon adanya sebuah
museum, untuk itu Harjiman mengambil inisiatif memberikan motifasi agar dalam
pergumulannya nanti akan terjalin penyadaran diri dan tumbuhnya simbiose
mutualisma di antara museum dan Harjiman si pelukis sebagai isi dan masyarakat
sebagai wadahnya. Sehingga harus ditekankan adanya potensi warga yang bisa
dikembangkan untuk memajukan taraf kehidupan warga, contohnya posisi Desa yang
layak sebagai Desa Budaya, mengingat letaknya yang strategis dalam segi tiga
Candi yaitu, sebelah timur Candi Prambanan, utara Candi Kidulan dan selatan
Candi Sari dan Kalasan, yang masing-masing hanya berjarak 1 Km saja.
Yang menarik dalam radius segitiga candi ini adalah,
bahwa pada waktu terjadinya candi dahulu kala, di Sentikan ini telah berkembang
kebudayaan yang tinggi, ini terbukti dengan masih sering terdapatnya
peninggalan relief candi yang sering diketemukan di wilayah Sentikan. Sebagai
pelukis yang peduli dengan lingkungan, Harjiman ingin bersama-sama dengan warga
untuk membangun kawasan Desa budaya untuk menghidupkan potensi alam dan SDM
warganya maju seiring kemajuan zaman. Yang mendesak untuk digarap adalah potensi
perikanan mengingat letaknya yang di bentaran sungai, lahan yang menjadi tanah
bengkok perangkat Desa ini oleh Harjiman di sewa untuk dibuat kolam yang
dikelola oleh warga, sementara ini ada yang sudah ditebari ikan sebanyak 15
ribu ekor dan diharapkan bisa panen nantinya untuk kesejahteraan warga, sedang
lahan lain yang masih membutuhkan penanganan akan dijadikan pilot projek sebagai
kontribusi kepada warganya.
Kontek Desa budaya ini draf-nya sudah sampai kepada
tingkat Desa Tirto Martani yang akan dijadikan program Pemerintah Desa. Meski
demikian masih perlu diadakan pemanduan dan minitoring dari pihak penggagas
yaitu Harjiman itu sendiri untuk menjaga agar draf tersebut tidak melenceng
dari tujuan dan jadwal yang di gariskan. Untuk itu telah diadakan koordinasi-koordinasi
pada tingkat Desa dan Dusun guna melampaui tahapan-tahapan realisasinya.
Kiranya kehadiran profil kita kali ini dapat memotifasi diri kita sendiri paling tidak, untuk dapat menggugah kepekaan terhadap potensi diri sendiri yang sangat mungkin untuk mengguiding potensi lingkungan dapat tumbuh dan berkembang lebih baik lagi, ini bukan hal yang istimewa, tetapi sangat mungkin untuk terjadi, semoga. (KHI/Pier).
Kiranya kehadiran profil kita kali ini dapat memotifasi diri kita sendiri paling tidak, untuk dapat menggugah kepekaan terhadap potensi diri sendiri yang sangat mungkin untuk mengguiding potensi lingkungan dapat tumbuh dan berkembang lebih baik lagi, ini bukan hal yang istimewa, tetapi sangat mungkin untuk terjadi, semoga. (KHI/Pier).
Semoga banyak pelaku seni mengikuti jejak almarhum ... dari hal hal yang baik sebagai seorang pelukis maupun sebagai masyarakat ditengah linkungannya terdekat maupun lebih luas lagi
BalasHapus