Sabtu, 24 Juli 2021

Melacak Inspirasi Basoeki Abdullah

Ibnu Rusydi
tempointeraktif.com
 
Basoeki Abdullah. Nama depannya memakai “oe”, ejaan lama Van Ophuijsen, sementara nama belakangnya menggunakan ejaan Soewandi. Seperti ejaan namanya, sang maestro lukis melintasi, serta dekat dengan, dua pemimpin besar Indonesia yang berbeda arah, Soekarno dan Soeharto.
 
Ia memang keturunan priyayi. Kakeknya tokoh pergerakan, Dr Wahidin Sudirohusodo. Ayahnya adalah Abdullah Surio Subroto, pelukis naturalis sekaligus penari. Dari ayahnya, ia mulai mengenal seni melukis. Sejak balita, Basoeki sudah mulai mencoreti kertas dan kanvas. Ibunya, Raden Ajeng Sukarsih, kerabat Kasunanan Solo.
 
Basoeki pada zaman Orde Baru sering diingat orang karena senantiasa mengenakan topi pet, berjas, dan berkacamata besar–yang tebal lensanya sekitar setengah sentimeter. Kacamata itu, yang kini penuh jamur, bisa dilihat di pameran Basoeki Abdullah, “Fakta dan Fiksi”, di Galeri Nasional hingga 5 Juli mendatang. Poster pameran tak memajang potret Basoeki dengan topi pet, melainkan lukisan dirinya semasa muda: berpakaian terpelajar, rambut berombak, dan beralis tebal.
 
Di pameran itu tak banyak lukisan Basoeki yang berhasil didatangkan. Panitia bisa meminjam beberapa koleksi pribadi, seperti dari pengusaha Setiawan Djody. Tapi usaha untuk membawa koleksi Kepresidenan tak berhasil. Seorang panitia mengatakan lukisan yang pada zaman Megawati dipamerkan di Istana Negara kini tercerai-berai. Ruang pamer itu kini dipakai sebagai ruang kerja Presiden Yudhoyono.
 
Tapi setidaknya kita bisa melihat jejak-jejak Basoeki. Yang penting dari pameran ini, kita bisa melihat rentang tema yang dirambah oleh Basoeki, mulai lukisan potret, figur, pemandangan alam, sampai karya yang bersumber dari mitologi. Nilai yang paling utama adalah, kurator Mikke Susanto menuliskan dalam katalog, bisa membuat perbandingan antara lukisan Basoeki dan karya pelukis-pelukis Eropa. Melalui usaha perbandingan Mikke, kita bisa mengetahui bahwa ternyata lukisan Basoeki banyak terinspirasi oleh pelukis lain.
 
Beberapa karya Basoeki, misalnya Perubahan Kehidupan Dunia dan Perubahan, yang menampilkan dunia hewan, mirip seperti yang dibawa Raden Saleh. Basoeki, kata Mikke, lebih naturalis, sementara Raden Saleh simbolis. Bila Raden Saleh memakai binatang untuk simbol rakyat (banteng) hingga negara-negara Eropa (singa), Basoeki lebih menonjolkan kegelisahannya tentang spesies yang berada di ambang kepunahan.
 
Banyak juga lukisan Basoeki Abdullah yang dramatis, yang terinspirasi oleh pelukis Inggris, John Martin (1789-1854). Tengoklah lukisan Bagaimana Jika Tuhan Murka, yang berstatus koleksi Istana Presiden. Lukisan itu menggambarkan bumi yang terbelah. Awan dan langit tampak bergetar. Bumi terbelah, sementara sosok-sosok manusia bergelimpangan dan sekarat.
 
Menurut Agus Dermawan T., seperti dikutip Mikke, karya Basoeki ini terinspirasi oleh lukisan Great Day of His Wrath karya John Martin bertahun 1853. Basoeki, menurut Agus, tak sendirian terpengaruh lukisan ini. Pelukis dunia lain, seperti Glenn Brown, juga terpengaruh lukisan ini. Suasana dramatis ala John Martin juga tampak pada karya Basoeki: Gatotkaca dan Antasena dengan Sembadra. Lukisan itu menampilkan sepotong imajinasi dari mitologi Mahabharata. Kita lihat air laut dan api dilukis dengan kesan bergelora yang menakutkan. Tapi ini juga mirip dengan Destruction of Sodom and Gomorrah, karya Martin bertahun 1852.
 
Kemolekan alam juga pernah menjadi concern Basoeki–yang menganggap Nyai Roro Kidul sebagai ibu. Karya-karya yang berbau eksotis semacam itu banyak dikoleksi Soekarno. Saat itu, sebagai pemimpin negara baru, Soekarno berkepentingan pula menunjukkan kiprah Indonesia di ranah seni. Lukisan-lukisan Basoeki sering diboyong ke luar negeri untuk dipamerkan. Soekarno bahkan datang sendiri saat koleksi Basoeki dipamerkan di Jepang.
 
Banyak pemimpin negara lain yang dilukis oleh Basoeki. Di negara-negara yang dekat, seperti Brunei Darussalam dan Thailand, Basoeki kerap melukis para raja itu hingga putri-putrinya. Kita bisa melihat “seri” lukisan potret pemimpin negara itu di pameran. “Saya suka sekali seri potret ini,” kata seorang pengunjung bernama Yudia, yang ibunya dulu pernah menjadi model lukisan Basoeki.
 
Satu dinding Galeri Nasional bahkan didominasi seri lukisan pemimpin Gerakan Non-Blok. Pada 1992, Soeharto memang meminta Basoeki melukis potret para pemimpin negara yang berkumpul untuk konferensi di Tanah Air. Salah satu lukisan memajang wajah-wajah mereka, dengan Soeharto sebagai sentralnya. Ukuran wajah Soeharto juga lebih besar dibanding yang lain.
 
Semasa kariernya sebagai pelukis, Basoeki agak bersaing dengan Sindoedarsono Soedjojono (1913-1985), pelopor seni lukis modern Indonesia. Soedjojono, sejak 1930-an, mengecam Basoeki tak nasionalis karena sering melukis pemandangan alam dan perempuan cantik (Basoeki banyak melukis perempuan telanjang, yang kini disimpan di ruangan khusus di Istana Negara di Bogor).
 
Perseteruan keduanya diakhiri di Ancol. Pada 1985, pengusaha Ir Ciputra mempertemukan Soedjojono dengan Basoeki, juga Affandi, dalam pameran bersama. Pertemuan tiga maestro itu nyaris batal karena Basoeki tiba-tiba tak datang ke penginapannya di Putri Duyung Cottage. Tapi pada 25 Maret, pukul 10 pagi, Basoeki muncul di Ancol. Kedatangannya itu bahkan disambut sendiri oleh Ciputra, yang tentu sempat berdebar-debar. Ketiga maestro lukis itu sempat berfoto bersama dengan senyum lebar di wajah mereka.
 
Soedjojono wafat beberapa bulan kemudian. Basoeki, yang lahir pada 25 Januari 1915, masih bertahan hingga usia 78 tahun. Ia wafat pada 5 November 1993 karena dibunuh seorang pencuri yang menyelinap ke dalam rumahnya. Pada hari nahas itu, saat malam hari, seorang maling bernama Amirudin Al-Nanda–yang merupakan tukang kebunnya sendiri–menyelinap masuk ke kamar sang tuan untuk merampok jam-jam koleksi Basoeki. Basoeki terkejut ketika memergokinya. Amirudin panik dan meraih senapan laras panjang milik Basoeki yang dipajang di dinding, lalu memukulkannya ke tubuh tuannya itu.
 
Di pameran di Galeri Nasional itu, kita bisa melihat senapan yang menuntaskan hidup Basoeki. Kita juga bisa melihat beberapa sisa koleksi arloji yang diincar oleh sang maling. Kita tercenung. Seluruh hidup Basoeki diabdikan pada yang molek, yang indah di indra, dan yang romantis. “Saya tak ingin mengkhianati aliran besar (yang memuja keindahan),” katanya pada suatu kali. Namun, seseorang mengakhiri hidupnya yang eksotis itu dengan cara yang barbar.
***

http://sastra-indonesia.com/2010/04/melacak-inspirasi-basoeki-abdullah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Kirno Tanda A.C. Andre Tanama A.D. Pirous A.S. Laksana Abdillah M Marzuqi Abdul Ajis Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abu Nisrina Adhi Pandoyo Adib Muttaqin Asfar Adreas Anggit W. Afnan Malay Agama Para Bajingan Agung Kurniawan Agung WHS Agus B. Harianto Agus Dermawan T Agus Hernawan Agus Mulyadi Agus R. Subagyo Agus Sigit Agus Sulton Agus Sunyoto Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Alim Bakhtiar Alur Alun Tanjidor Amang Rahman Jubair Amien Kamil Amri Yahya Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo Andong Buku Andong Buku #3 Andong Buku 3 Andry Deblenk Anindita S Thayf Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Adrian Anton Kurnia Anwar Holid Ardhabilly Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arti Bumi Intaran Ary B Prass Aryo Wisanggeni G AS Sumbawi Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Ayu Sulistyowati Bambang Bujono Bambang Soebendo Bambang Thelo Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Basoeki Abdullah Basuki Ratna K BE Satrio Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Brunel University London Buku Kritik Sastra Bustan Basir Maras Candrakirana KOSTELA Catatan Cover Buku Dahlan Kong Daniel Paranamesa Dari Lisan ke Lisan Darju Prasetya Debat Panjang Polemik Sains di Facebook Dedy Sufriadi Dedykalee Denny JA Desy Susilawati Di Balik Semak Pitutur Jawa Dian Sukarno Dian Yuliastuti Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dipo Handoko Disbudpar Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwin Gideon Edo Adityo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Esai Evan Ys F. Budi Hardiman Faidil Akbar Faizalbnu Fatah Yasin Noor Festival Teater Religi Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Franz Kafka Galeri Sonobudoyo Gatot Widodo Goenawan Mohamad Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Hans Pols Hardjito Haris Saputra Harjiman Harryadjie BS Hendra Sofyan Hendri Yetus Siswono Hendro Wiyanto Heri Kris Herman Syahara Heru Emka Heru Kuntoyo htanzil I Wayan Seriyoga Parta Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indigo Art Space Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Intan Ungaling Dian Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Jajang R Kawentar Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jiero Cafe Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jonathan Ziberg Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jual Buku Paket Hemat 23 Jumartono K.H. Ma'ruf Amin Kabar Kadjie MM Kalis Mardiasih Karikatur Hitam-Putih Karikatur Pensil Warna Kartika Foundation Kemah Budaya Pantura (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Koktail Komik Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Koskow Koskow (FX. Widyatmoko) KOSTELA Kris Monika E Kyai Sahal Mahfudz L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Shitaresmi Leo Tolstoy Literasa Donuts Lords of the Bow Luhung Sapto Lukas Luwarso Lukisan M Anta Kusuma M. Ilham S M. Yoesoef Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoenomo Mas Dibyo Mashuri Massayu Masuki M Astro Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Moch. Faisol Moh. Jauhar al-Hakimi Moses Misdy Muhajir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musdalifah Fachri Ndix Endik Nelson Alwi Nietzsche Noor H. Dee Novel Pekik Nung Bonham Nurel Javissyarqi Nurul Hadi Koclok Nuryana Asmaudi SA Obrolan Octavio Paz Oil on Canvas Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Pameran Lukisan Pasar Seni Indonesia Pasar Seni Lukis Indonesia PC. Lesbumi NU Babat Pekan Literasi Lamongan Pelukis Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Saron Pelukis Sugeng Ariyadi Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pesta Malang Sejuta Buku 2014 Proses kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga R Ridwan Hasan Saputra Rabdul Rohim Rahasia Literasi Rakai Lukman Rambuana Raudlotul Immaroh Redland Movie Remy Sylado Rengga AP Resensi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Riki Antoni Robin Al Kautsar Rodli TL Rudi Isbandi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumoh Projects S. Yadi K Sabrank Suparno Saham Sugiono Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sapto Hoedojo Sastra Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra ke #24 Senarai Pemikiran Sutejo Seni Rupa Septi Sutrisna Seraphina Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sketsa Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Srihadi Soedarsono Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sugeng Ariyadi Suharwedy Sunu Wasono Susiyo Guntur Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno SZ Syifa Amori Tammalele Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace TANETE Tarmuzie Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Pinang Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Toto Nugroho Tri Andhi S Tri Moeljo Triyono Tu-ngang Iskandar Tulus Rahadi Tulus S Universitas Indonesia Universitas Jember Vincent van Gogh Vini Mariyane Rosya W.S. Rendra Wachid Duhri Syamroni Wahyudin Warung Boenga Ketjil Wasito Wawancara Wayan Sunarta William Bradley Horton Yona Primadesi Yosep Arizal L Yunisa Zawawi Se Zulfian Hariyadi