Sabtu, 24 Juli 2021

Kocap Kacarita Laksmi…

Wayan Sunarta *
jawapos.co.id
 
Laksmi Shitaresmi adalah perempuan Jawa tulen. Baik dari pemikirannya, tata bicara, maupun perilaku kesehariannya. Dia lahir, tumbuh, dan besar di lingkungan kebudayaan Jawa yang kental di Jogjakarta. Sebagaimana perempuan Jawa, pikiran dan perasaannya sangat cermat, tidak tergesa-gesa, dan cepat peka terhadap lingkungan sekitarnya. Kehidupan dijalaninya dengan penuh rasa syukur.
 
Filosofi Jawa begitu melekat di benaknya, antara lain, sepi ing pamrih (menghindari ambisi muluk-muluk) atau eling lan waspada (selalu mengingat kemampuan diri dan selalu waspada terhadap segala hal). Namun, dia tak henti-henti mengembangkan perasaan (jiwa) dan wawasan (pikiran) demi mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya.
 
Perupa kelahiran 9 Mei 1974 itu sangat akrab dengan ikon-ikon atau simbol-simbol dari khazanah kebudayaan Jawa. Semua diserapnya dari pertunjukan wayang, teater tradisional, tutur lisan, cerita rakyat, serat, gending, maupun pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Dia juga mengakrabi dunia spiritual Jawa yang tecermin dari karya-karyanya.
 
Ikon dan simbol dari khazanah kebudayaan Jawa pula yang banyak menginspirasi Laksmi dalam menciptakan karya-karya seni, yang berkelindan dengan filosofi dan pandangannya dalam menyikapi perjalanan hidup. Itu bisa dirasakan dan disimak pada pameran tunggalnya yang bertajuk Kocap Kacarita… di Nadi Gallery, Jakarta, 3-16 Agustus 2010.
 
Alumnus ISI Jogjakarta itu menampilkan sembilan lukisan dan 17 karya trimatra terbarunya, baik patung maupun instalasi. Bahan yang dipakai pun beragam. Di antaranya, kayu jati, fiber, akrilik, lampu elektronik, mesin elektrik, logam aluminium, perak, lapisan emas, dan tembaga. Karya-karya terbarunya semakin menunjukkan kematangannya sebagai perupa. Dia mengolah imajinasi secara optimal sehingga melahirkan karya-karya memukau, perpaduan aroma kontemporer dan aura mistis dari dunia dongeng. Hal tersebut bisa disimak dalam karya-karya yang berwujud hewan berkepala manusia, gajah berkaki manusia, manusia berkepala tikus, kalajengking berkepala manusia, manusia berambut sulur-sulur tanaman rambat, dan sebagainya.
 
Karya-karya Laksmi memang terkesan mengerikan, seakan makhuk-makhluk aneh itu lahir dari alam gaib. Namun, kalau dicermati lebih jauh, setiap karyanya memeram cerita tersendiri. Mengandung kiasan, ironi, sindiran, kritik, atau pelampiasan unek-unek ketika berhadapan dengan lingkungan sosial yang kolot dan tak ramah. Hal itu, misalnya, bisa disimak pada karya Khafilah Menggonggong, Aku pun Berlalu.
 
Karya trimatra berbahan aluminium, perak, dan lapisan emas itu berwujud makhluk berbadan anjing dan bersayap, namun bertangan dan berkepala manusia (model kepala Laksmi sendiri). Karya tersebut lahir dari kegundahan Laksmi akan gunjingan orang-orang di sekitar tempat tinggalnya. Sebagai perupa yang sukses, kehidupan keluarga Laksmi cukup mapan secara ekonomi. Namun, kemapanan itu malah memunculkan gunjingan yang menyiksa perasaan selama beberapa tahun meski dia berusaha menutup kuping dan bersikap cuek. Keluarganya pernah dicurigai memelihara tuyul atau pesugihan. Selain itu, karena berprofesi perupa, dia dianggap ”abnormal”. Diperparah lagi dengan karya-karyanya yang ”mengerikan” bagi banyak mata orang yang awam seni.
 
Untuk menghibur-hibur diri, Laksmi dengan nakal memarodikan pepatah ”Anjing Menggonggong, Khafilah Berlalu” menjadi ”Khafilah Menggonggong, Aku pun Berlalu” yang lantas dipakainya sebagai judul karya. Dalam karya itu, dia mengibaratkan dirinya sebagai anjing yang berusaha cuek meski terus ”digonggongin” orang-orang yang tidak senang kepadanya. Karya tersebut merupakan perlawanan kreatif Laksmi dan tentu saja sebagai terapi untuk luka batinnya.
 
Pada banyak karyanya, Laksmi sengaja menampilkan sosok dirinya sebagai model, baik sebatas kepala maupun telanjang total. Namun, karya-karyanya tidak berbau pornografi, tidak bertujuan membangkitkan libido kaum lelaki. Hanya ungkapan ekspresi seni dengan muatan-muatan filosofi tertentu. Bagi dia, ketelanjangan adalah simbol dari kepolosan dan kejujurannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Di dalam kepolosan atau kejujuran itu, dia merasa menemukan energi luar biasa yang memberinya semangat, baik saat menjalani kehidupan sehari-hari maupun saat menciptakan karya seni.
 
Hal itu, misalnya, jelas terlihat pada karya Laksmi’s Tapa Yoga, yang dibuatnya dari paduan fiber, kayu, akrilik, dan lampu elektronik. Karya tersebut menampilkan sosok dirinya yang telanjang sedang meditasi di atas bunga teratai. Di samping kiri dan kanannya ada citraan ikan koi dan kuas. Gumpalan-gumpalan rambutnya membentuk sulur-sulur tanaman rambat yang berjumlah sebelas, angka mistis dalam hitungan Jawa yang melambangkan sifat welas asih (rasa kasih) terhadap Tuhan, alam semesta, dan semua ciptaan-Nya. Ujung setiap sulur itu membentuk tangan yang masing-masing memegang simbol-simbol tertentu, seperti kendi, keris, jam beker, neraca, anak panah bermata cakra, dan bunga teratai. Sulur yang di tengah saling berkelindan dan melingkari sosok Buddha yang hening dalam meditasi. Semua simbol yang terdedah di karya itu merupakan percik-percik sinar pikiran Laksmi berkaitan dengan kehidupan spiritual dan duniawinya. Sedangkan pancaran cahaya putih melambangkan aura atau energi yang muncul saat mencapai puncak proses meditasi.
 
Laksmi sebagai sosok telanjang juga bisa dinikmati pada karyanya yang berupa 37 patung fiber yang ditata sedemikian rupa di rak kayu, berjudul Aku, Aku, Aku, Beginilah Aku. Patung-patung mungil berwarna putih itu melambangkan kepolosan dan kemurnian. Beberapa patung itu berwujud perempuan yang sedang hamil besar. Melalui karya tersebut, Laksmi ingin menampilkan diri apa adanya. Penuh kepolosan dan kemurnian. Sebab, sebagai manusia, dia menyadari ketidaksempurnaan dirinya yang masih diliputi dosa. Menurut Laksmi, jumlah patung itu melambangkan kejujuran yang terus bertumbuh dan berkembang seiring waktu. Semacam doa dan harapan, setidaknya untuk diri sendiri.
 
Pada banyak karyanya, Laksmi selalu ingin jujur kepada diri sendiri. Sebab, menurut keyakinannya, jujur kepada diri sendiri merupakan langkah awal untuk kejujuran yang lebih luas, baik kepada Tuhan, alam semesta, maupun sesama manusia. Jujur atas segala apa yang dilakukan dan dikerjakannya demi menunaikan tugas dan tanggung jawab sebagai manusia. Seperti tersirat pada karya Pohon Hayat Kami, yang menggambarkan figur lelaki dan perempuan telanjang yang dipersatukan oleh buah dari sebatang pohon. Karya itu merupakan terjemahan bebas dari kisah Adam dan Hawa yang terpaksa menghuni bumi karena memakan buah larangan (khuldi). Namun, demi keberlangsungan kehidupan di bumi pula, manusia semestinya terus berupaya menjaga, merawat, serta menumbuhkan rasa kasih sayang, ketulusan, dan kejujuran.
***

*) Penyair dan pengulas seni rupa, menetap di Bali. http://sastra-indonesia.com/2010/09/kocap-kacarita-laksmi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Kirno Tanda A.C. Andre Tanama A.D. Pirous A.S. Laksana Abdillah M Marzuqi Abdul Ajis Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abu Nisrina Adhi Pandoyo Adib Muttaqin Asfar Adreas Anggit W. Afnan Malay Agama Para Bajingan Agung Kurniawan Agung WHS Agus B. Harianto Agus Dermawan T Agus Hernawan Agus Mulyadi Agus R. Subagyo Agus Sigit Agus Sulton Agus Sunyoto Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Alim Bakhtiar Alur Alun Tanjidor Amang Rahman Jubair Amien Kamil Amri Yahya Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo Andong Buku Andong Buku #3 Andong Buku 3 Andry Deblenk Anindita S Thayf Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Adrian Anton Kurnia Anwar Holid Ardhabilly Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arti Bumi Intaran Ary B Prass Aryo Wisanggeni G AS Sumbawi Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Ayu Sulistyowati Bambang Bujono Bambang Soebendo Bambang Thelo Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Basoeki Abdullah Basuki Ratna K BE Satrio Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Brunel University London Buku Kritik Sastra Bustan Basir Maras Candrakirana KOSTELA Catatan Cover Buku Dahlan Kong Daniel Paranamesa Dari Lisan ke Lisan Darju Prasetya Debat Panjang Polemik Sains di Facebook Dedy Sufriadi Dedykalee Denny JA Desy Susilawati Di Balik Semak Pitutur Jawa Dian Sukarno Dian Yuliastuti Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dipo Handoko Disbudpar Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwin Gideon Edo Adityo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Esai Evan Ys F. Budi Hardiman Faidil Akbar Faizalbnu Fatah Yasin Noor Festival Teater Religi Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Franz Kafka Galeri Sonobudoyo Gatot Widodo Goenawan Mohamad Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Hans Pols Hardjito Haris Saputra Harjiman Harryadjie BS Hendra Sofyan Hendri Yetus Siswono Hendro Wiyanto Heri Kris Herman Syahara Heru Emka Heru Kuntoyo htanzil I Wayan Seriyoga Parta Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indigo Art Space Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Intan Ungaling Dian Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Jajang R Kawentar Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jiero Cafe Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jonathan Ziberg Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jual Buku Paket Hemat 23 Jumartono K.H. Ma'ruf Amin Kabar Kadjie MM Kalis Mardiasih Karikatur Hitam-Putih Karikatur Pensil Warna Kartika Foundation Kemah Budaya Pantura (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Koktail Komik Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Koskow Koskow (FX. Widyatmoko) KOSTELA Kris Monika E Kyai Sahal Mahfudz L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Shitaresmi Leo Tolstoy Literasa Donuts Lords of the Bow Luhung Sapto Lukas Luwarso Lukisan M Anta Kusuma M. Ilham S M. Yoesoef Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoenomo Mas Dibyo Mashuri Massayu Masuki M Astro Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Moch. Faisol Moh. Jauhar al-Hakimi Moses Misdy Muhajir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musdalifah Fachri Ndix Endik Nelson Alwi Nietzsche Noor H. Dee Novel Pekik Nung Bonham Nurel Javissyarqi Nurul Hadi Koclok Nuryana Asmaudi SA Obrolan Octavio Paz Oil on Canvas Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Pameran Lukisan Pasar Seni Indonesia Pasar Seni Lukis Indonesia PC. Lesbumi NU Babat Pekan Literasi Lamongan Pelukis Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Saron Pelukis Sugeng Ariyadi Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pesta Malang Sejuta Buku 2014 Proses kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga R Ridwan Hasan Saputra Rabdul Rohim Rahasia Literasi Rakai Lukman Rambuana Raudlotul Immaroh Redland Movie Remy Sylado Rengga AP Resensi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Riki Antoni Robin Al Kautsar Rodli TL Rudi Isbandi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumoh Projects S. Yadi K Sabrank Suparno Saham Sugiono Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sapto Hoedojo Sastra Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra ke #24 Senarai Pemikiran Sutejo Seni Rupa Septi Sutrisna Seraphina Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sketsa Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Srihadi Soedarsono Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sugeng Ariyadi Suharwedy Sunu Wasono Susiyo Guntur Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno SZ Syifa Amori Tammalele Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace TANETE Tarmuzie Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Pinang Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Toto Nugroho Tri Andhi S Tri Moeljo Triyono Tu-ngang Iskandar Tulus Rahadi Tulus S Universitas Indonesia Universitas Jember Vincent van Gogh Vini Mariyane Rosya W.S. Rendra Wachid Duhri Syamroni Wahyudin Warung Boenga Ketjil Wasito Wawancara Wayan Sunarta William Bradley Horton Yona Primadesi Yosep Arizal L Yunisa Zawawi Se Zulfian Hariyadi