Kamis, 18 Februari 2021

Masuk Komik Keluar Komik

Donny Anggoro *
kompas.com
 
Bukan hal baru lagi jika kita membicarakan pelbagai masalah yang menyelubungi dunia komik kita dihadapkan pada kenyataan-kenyataan yang pada umumnya menjerumuskan komik Indonesia dalam keterpurukan.
 
Namun jika kita membicarakan mengenai eksperimen-eksperimen apa yang telah dicapai komikus Indonesia dewasa ini telah cukup banyak pencapaian yang sudah dilakukan.
 
Misalnya bibit gaya bertutur ala novel grafis yang tampak pada Tekyan (Yudi Sulistya / M.Arief Budiman), ide menghadirkan kembali ikon superhero Indonesia dengan gaya komik Marvel Caroq (Thoriq/Pe’ong), humor-parodi kehidupan sosial (Panji Koming, Doyok, duet Benny-Mice), komik strip bisu Gibug-Oncom (Wisnoe Lee), pendekatan filmis dalam Taxi Blues(Erwin Primaarya), parodi dan sains fiksi dalam 1001 Jagoan, komik strip dengan nuasa sketsais (Rachmat ?Libra? Riyadi, Eko Nugroho), sampai yang dengan tegas menyatakan diri sebagai novel grafis Selamat Pagi Urbaz (Beng Rahadian), dan lain-lain.
 
Sayangnya selain keberhasilan para komikus kita hanya ditangkap segelintir orang, harus diakui tak banyak komik kita berhasil melanjutkan keberhasilan-keberhasilan tersebut sehingga membuat masyarakat sulit mendapatkannya lantaran sistem penerbitan komik lokal kita terbatas dengan hanya menjual komik terjemahan yang dicetak jauh lebih banyak dibandingkan komik asli Indonesia. Konon masalah ini muncul lantaran komik kita sendiri tak siap memenuhi keinginan pembaca yang haus akan cerita yang memikat, bahkan kalau bisa berjilid-jilid hingga penerbit komik kita sendiri yakin dengan terbitan komiknya, mengulang sukses seri Si Buta dari Goa Hantu (1968) yang dahulu di masa jayanya dicetak berjilid-jilid.
 
Mungkin sudah kerap kali dilansir di pelbagai media massa bahwa kemampuan komikus kita secara teknis dapat dikatakan unggul dan bisa dibandingkan dengan komik impor. Tapi bagaimana dengan ide cerita? Menyinggung hal satu ini dapat dikatakan komikus kita sedikit bermasalah dengan berakibat tak banyaknya komik kita diproduksi paling tidak sebanyak komik terjemahan.
 
Mungkin kemampuan teknis yang notabene sudah banyak dipelajari dari komik impor telah sedikit banyak menyumbangkan ide komik-komik kita secara referensial sehingga dalam masalah teknis gambar komik kita tak kalah dengan komik impor. Tapi membicarakan ide cerita nampaknya komikus kita masih perlu banyak menelaah kembali sumber referensialnya yang sialnya kebanyakan hanya dari komik juga, bukan buku-buku dari disiplin ilmu lain, misalnya sastra yang notabene sangat dekat dengan penggalian ide cerita. Konon keberhasilan komik Sukab Intel Melayu (2002) yang merupakan paduan karya sastrawan Seno Gumira Ajidarma dengan penggambar Asnar Zacky adalah bukti keberhasilan sinergi antara komikus dengan sastra yang sayangnya tak banyak dilanjutkan oleh komikus kita dewasa ini.
 
Secara mudah dapat disebut komikus kita sedang “kebanyakan membaca komik” sehingga menjadi salah satu kendala yang sulit dipungkiri dan menyebabkan kebanyakan komik kita dewasa kini sangat miskin ide meski kaya dengan pencapaian teknis visual. Cerita-cerita yang belum tamat karena miskin ide ditambah dengan keenganan penerbit kita menerbitkan komik karya anak bangsa sendiri semakin menambah benang kusut permasalahan yang menukik dari dunia komik kita sendiri.
 
Pertanyaan selanjutnya kenapa hal itu bisa terjadi? Apakah hal demikian terjadi lantaran hanya masalah “kebanyakan membaca komik” tadi? Bisa jadi itu kemungkinan-kemungkinan betul adanya karena ide-ide orisinil yang telah berhasil dicapai komikus kita sebelumnya hampir semuanya berasal dari keterbukaan diri terhadap disiplin ilmu-ilmu lain. Ketajaman pengamatan sosial dalam kartun Benny dan Mice, misalnya, sulit dipungkiri jika komikusnya tak benar-benar memposisikan diri sebagai pengamat sosial yang jeli setelah pencapaian teknis gambar sudah dilalui komikusnya, itu jika kita harus menyebut salah satu contoh komik mutakhir kita yang belum lama ini juga cukup sukses baik dari segi mutu maupun dari segi penjualannya.
 
Untuk contoh yang lebih konkrit lagi kita dapat menyebut seri kartun fisika besutan Larry Gonick (sudah diterbitkan KPG)yang begitu membuka diri terhadap ilmu fisika dan ilmu alam. Atau contoh lain dari Ganes TH yang membuka diri pada sejarah kebudayaan Indonesia dalam menghasilkan masterpiece-nya, Si Buta dari Goa Hantu dan Djampang Djago Betawi.
 
Membuka diri pada disiplin ilmu lain memang tak mudah. Diperlukan kepekaan sosial yang tinggi dari komikusnya sendiri disamping diperlukan pula kemampuan pencernaan ilmu yang baik sehingga dari penjelajahannya akan dapat menghasilkan komik yang bermutu dan tak lekang dimakan waktu.
 
Barangkali tugas komikus akan sedikit bertambah berat setelah bercapai-capai mempelajari kemampuan teknis visual. Tapi bagaimana dengan sinergi atau kolaborasi yang bukan tak mungkin akan mempermudah kerja komikus yang memang tugasnya sebagai penggambar? Sinergi atau kolaborasi dengan penulis cerita yang unggul dalam sastra misalnya juga diperlukan kemampuan membuka diri terhadap disipilin ilmu lain sehingga komik yang dihasilkan tak meulu hanya menjadi “masuk komik keluar komik”.
 
Mempelajari keberhasilan dari komik impor mungkin adalah salah satu cara termudah sehingga misalnya kita dapat menyebut kenapa komik Tintin karya Herge masih digemari orang sampai sekarang ini. Aspek sejarah dan observasi yang mendetail yang kadang menghasilkan dunia arbitrer (mana suka) adalah bukti keberhasilan misalnya kenapa komik Tintin, Lucky Luke, atau Asterix masih memikat sampai sekarang.
 
Sejatinya komik memang dunia visual. Bahasa gambar jauh lebih kuat ditonjolkan demi menghasilkan komik yang baik, seperti misalnya beberapa “komik bisu” karya Wisnoe Lee Gibug dan Oncom atau Peter Kuper dengan Sticks and Stones (2004) nya yang mampu bercerita dengan hanya gambar, bukan kata-kata. Akan tetapi bukankah keberhasilan yang dicapai komik-komik bisu tanpa cerita juga berhasil dicapai akibat terbukanya sang komikus dengan wawasan ilmu lain?
 
Kita memang harus bekerja lebih keras lagi untuk menghasilkan komik yang bermutu. Hendaknya wawasan ilmu lain serta keterbukaan diri perlu ditingkatkan lagi oleh para komikus kita di masa mendatang.
 
Rawamangun, Januari 2008

*) Eseis dan pencinta komik, tinggal di Jakarta. http://sastra-indonesia.com/2009/01/masuk-komik-keluar-komik/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Kirno Tanda A.C. Andre Tanama A.D. Pirous A.S. Laksana Abdillah M Marzuqi Abdul Ajis Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abu Nisrina Adhi Pandoyo Adib Muttaqin Asfar Adreas Anggit W. Afnan Malay Agama Para Bajingan Agung Kurniawan Agung WHS Agus B. Harianto Agus Dermawan T Agus Hernawan Agus Mulyadi Agus R. Subagyo Agus Sigit Agus Sulton Agus Sunyoto Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Alim Bakhtiar Alur Alun Tanjidor Amang Rahman Jubair Amien Kamil Amri Yahya Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo Andong Buku Andong Buku #3 Andong Buku 3 Andry Deblenk Anindita S Thayf Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Adrian Anton Kurnia Anwar Holid Ardhabilly Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arti Bumi Intaran Ary B Prass Aryo Wisanggeni G AS Sumbawi Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Ayu Sulistyowati Bambang Bujono Bambang Soebendo Bambang Thelo Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Basoeki Abdullah Basuki Ratna K BE Satrio Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Brunel University London Buku Kritik Sastra Bustan Basir Maras Candrakirana KOSTELA Catatan Cover Buku Dahlan Kong Daniel Paranamesa Dari Lisan ke Lisan Darju Prasetya Debat Panjang Polemik Sains di Facebook Dedy Sufriadi Dedykalee Denny JA Desy Susilawati Di Balik Semak Pitutur Jawa Dian Sukarno Dian Yuliastuti Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dipo Handoko Disbudpar Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwin Gideon Edo Adityo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Esai Evan Ys F. Budi Hardiman Faidil Akbar Faizalbnu Fatah Yasin Noor Festival Teater Religi Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Franz Kafka Galeri Sonobudoyo Gatot Widodo Goenawan Mohamad Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Hans Pols Hardjito Haris Saputra Harjiman Harryadjie BS Hendra Sofyan Hendri Yetus Siswono Hendro Wiyanto Heri Kris Herman Syahara Heru Emka Heru Kuntoyo htanzil I Wayan Seriyoga Parta Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indigo Art Space Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Intan Ungaling Dian Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Jajang R Kawentar Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jiero Cafe Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jonathan Ziberg Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jual Buku Paket Hemat 23 Jumartono K.H. Ma'ruf Amin Kabar Kadjie MM Kalis Mardiasih Karikatur Hitam-Putih Karikatur Pensil Warna Kartika Foundation Kemah Budaya Pantura (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Koktail Komik Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Koskow Koskow (FX. Widyatmoko) KOSTELA Kris Monika E Kyai Sahal Mahfudz L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Shitaresmi Leo Tolstoy Literasa Donuts Lords of the Bow Luhung Sapto Lukas Luwarso Lukisan M Anta Kusuma M. Ilham S M. Yoesoef Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoenomo Mas Dibyo Mashuri Massayu Masuki M Astro Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Moch. Faisol Moh. Jauhar al-Hakimi Moses Misdy Muhajir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musdalifah Fachri Ndix Endik Nelson Alwi Nietzsche Noor H. Dee Novel Pekik Nung Bonham Nurel Javissyarqi Nurul Hadi Koclok Nuryana Asmaudi SA Obrolan Octavio Paz Oil on Canvas Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Pameran Lukisan Pasar Seni Indonesia Pasar Seni Lukis Indonesia PC. Lesbumi NU Babat Pekan Literasi Lamongan Pelukis Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Saron Pelukis Sugeng Ariyadi Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pesta Malang Sejuta Buku 2014 Proses kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga R Ridwan Hasan Saputra Rabdul Rohim Rahasia Literasi Rakai Lukman Rambuana Raudlotul Immaroh Redland Movie Remy Sylado Rengga AP Resensi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Riki Antoni Robin Al Kautsar Rodli TL Rudi Isbandi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumoh Projects S. Yadi K Sabrank Suparno Saham Sugiono Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sapto Hoedojo Sastra Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra ke #24 Senarai Pemikiran Sutejo Seni Rupa Septi Sutrisna Seraphina Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sketsa Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Srihadi Soedarsono Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sugeng Ariyadi Suharwedy Sunu Wasono Susiyo Guntur Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno SZ Syifa Amori Tammalele Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace TANETE Tarmuzie Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Pinang Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Toto Nugroho Tri Andhi S Tri Moeljo Triyono Tu-ngang Iskandar Tulus Rahadi Tulus S Universitas Indonesia Universitas Jember Vincent van Gogh Vini Mariyane Rosya W.S. Rendra Wachid Duhri Syamroni Wahyudin Warung Boenga Ketjil Wasito Wawancara Wayan Sunarta William Bradley Horton Yona Primadesi Yosep Arizal L Yunisa Zawawi Se Zulfian Hariyadi