Menilai Harga Benda-Benda Seni Istana Kepresidenan
Ada lebih dari 15 ribu koleksi benda seni di istana-istana negara/kepresidenan di Jakarta, Bogor, Bali, dan Jogja. Setelah dihitung, nilai barang-barang berharga itu mencapai Rp 2 triliun. Kritikus seni rupa Agus Dermawan T. menceritakan pengalamannya meneliti koleksi seni istana tersebut.
Hendra Sofyan
detiknews.net
DI tengah gemericik air sungai yang bening, enam gadis cantik tengah mandi dan bermain air. Tentu tanpa busana. Dari pinggir kali, seorang pemuda tergopoh menunjukkan selendang milik salah seorang gadis yang semua berambut panjang itu. Seorang di antara gadis-gadis tersebut mungkin malu sambil menutup buah dadanya dengan jemari.
Itulah potret yang tergambar dalam lukisan Jaka Tarub karya pelukis tersohor Basoeki Abdullah. Lho, bukankah dalam dongeng yang kita kenal selama ini ada tujuh bidadari, bukan enam bidadari seperti dalam lukisan Basoeki?
Kata banyak orang, yang satu dibawa Bung Karno, ujar Agus Dermawan T., kurator sekaligus pengamat seni rupa, lantas tersenyum saat ditemui Jawa Pos di rumahnya, kawasan Kelapa Gading, Rabu (13/6) pekan lalu.
Jaka Tarub memang menjadi salah satu lukisan favorit Presiden Soekarno. Lukisan Basoeki Abdullah lain yang dipuja Soekarno adalah Gatotkaca dengan Pergiwa dan Pergiwati. Lukisan yang ceritanya diambil dari kisah Mahabharata itu menggambarkan Pergiwa tengah terpesona memandang Gatotkaca yang terbang gagah.
Bung Karno sangat membanggakan lukisan itu karena menganggap dirinya sama dengan sosok Gatotkaca itu, kata Agus. Hampir setiap ada tamu kehormatan, Bung Karno menunjukkan lukisan kebanggaannya tersebut.
Pada era Soekarno, dua lukisan berukuran 255 x 170 cm itu mendapat tempat strategis di Istana Merdeka, yakni di ruang resepsi. Itu bukan ruang tamu biasa. Itu adalah ruang tempat para presiden menerima tamu-tamu kenegaraan. Pada masa Presiden Habibie, dua lukisan tersebut diturunkan dan dikirim ke Istana Bogor. Tapi, Presiden Megawati mengembalikan dua lukisan itu di tempatnya semula.
Masih banyak lukisan dan benda seni lain yang menjadi koleksi Istana Kepresidenan. Menurut Agus, sejauh ini Istana Merdeka dan Istana Negara, Jakarta, menyimpan 582 lukisan, 303 patung, serta 3.003 benda seni kriya atau kerajinan. Lalu, Istana Bogor: 694 lukisan, 366 patung, dan 2.282 seni kriya. Istana Cipanas: 335 lukisan, 264 patung, dan 423 seni kriya. Istana Jogjakarta (Gedung Agung): 740 lukisan, 354 patung, dan 5.850 seni kriya. Istana Tampaksiring Bali: 291 lukisan, 278 seni patung, dan 210 seni kriya. Pesanggrahan Tenjoresmi Pelabuhan Ratu: 12 lukisan, 2 patung, dan 2 seni kriya.
Banyak koleksi yang menarik. Selain lukisan Basoeki Abdullah, ada karya maestro pelukis lainnya seperti puluhan lukisan Dullah serta belasan karya S. Sudjojono dan Affandi. Ada pula sejumlah lukisan Walter Spies dengan kualitas amat menggoda.
Juga, lukisan Theo Meier dalam ukuran mukibat dengan kualitas hebat. Ada lukisan Fernando Amorsolo. Ada lukisan seniman Meksiko legenda dunia, Diego Rivera. Tentu ada pula beberapa karya Raden Saleh, beber pria kelahiran Rogojampi, Banyuwangi, 29 April 1952, itu.
Selain itu, ada ratusan patung karya seniman mancanegara, ratusan guci antik dari Tiongkok, serta ratusan art work adiluhung kenang-kenangan dari Robert F. Kennedy dari AS hingga Ali Abdullah Saleh dari Yaman.
Agus bersama timnya sejak Maret 2011 hingga Maret 2012 menjadi narasumber ahli Panitia Uji Petik yang bertugas menominalisasi setiap benda seni koleksi Istana Kepresidenan. Tugas tim itu tidak ringan. Mereka harus mendata dan menilai setiap item benda seni yang menghias sudut-sudut Istana Kepresidenan.
Jika tidak akan dijual, mengapa harga benda-benda seni itu perlu ditaksir Menurut Agus, selama ini nilai rupiah benda-benda seni tersebut tidak pernah diestimasi. Sesuai peraturan negara, benda-benda seni tersebut dianggap tidak ada harganya. Dalam neraca di laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP), masing-masing koleksi seni itu hanya dinilai Rp 1 (satu rupiah) atau sekadar memenuhi standar pelaporan akuntansi.
Buntutnya, karena tidak dianggap sebagai aset negara berharga oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, tidak akan ada dana pemeliharaan, penjagaan, perawatan, restorasi, dan pemajangan. Akibatnya, tak sedikit benda seni yang rusak karena tak ada dana untuk perawatan dan restorasi. Padahal, banyak benda seni yang bernilai tinggi hingga miliaran rupiah.
Agus mencontohkan lukisan Konstantin Egrovich Makovsky dari Rusia yang sempat rusak parah. Menurut dia, lukisan berukuran 3 x 4 meter yang bercerita tentang sebuah pesta itu bernilai lebih dari Rp 10 miliar. Butuh biaya besar untuk merestorasi dan membutuhkan teknik tinggi. Akhirnya, lukisan tersebut direstorasi para ahli dari Rusia.
Catnya juga harus dari Rusia. Dicarikan yang jenis dan kualitasnya paling mirip, ungkap pria yang telah menulis 31 buku seni rupa itu.
Agus menyebutkan, kualitas lukisan Rusia itu tak kalah oleh The Night Watch karya pelukis masyhur Rembrandt van Rijn.
Sebelum dinominalisasi, anggaran perawatan benda-benda seni tersebut tidak terlalu jelas. Menurut Agus, kebanyakan dititipkan ke sejumlah pos anggaran di Sekretariat Negara. Tentu saja tidak cukup. Untuk restorasi, misalnya, sejak Presiden Soeharto, istana menyiasatinya dengan melelang sumbangan kepada orang-orang kaya yang dekat istana.
Agus bercerita, selama setahun dirinya harus menginap di istana. Saya beserta tim harus menghitung semua itu di istana masing-masing, ungkap alumnus ASRI (kini ISI) Jogjakarta tersebut.
Saat bertandang ke istana, Agus selalu mengajak istri tercintanya, Iliana Lie. Perempuan yang memberinya seorang putra semata wayang itu juga menemani Agus saat diwawancarai Jawa Pos di kediamannya yang anggun di kawasan Kelapa Gading, Jakarta, pekan lalu.
Untuk menaksir nilai yang tepat, Agus menggunakan acuan nilai artistik dan nilai historis. Juga, dibandingkan dengan nilai pasar. Semua nilai itu lantas dirujuk pada kondisi karya, jelas kurator berbagai pameran seni rupa Indonesia tersebut.
Cerita-cerita seputar benda seni juga memengaruhi harga. Agus mencontohkan lukisan Jendral Sudirman karya Yoes Soepadyo. Menurut dia, lukisan itu sebenarnya tidak terlalu istimewa. Namun, karena selalu menjadi favorit Soekarno hingga Soeharto, harganya bisa melambung menjadi miliaran rupiah. Soeharto selalu menempatkan lukisan tersebut di belakang meja kerjanya. Jika dipotret oleh media, lukisan itu selalu tampak di belakang Pak Harto, cerita dia.
Lukisan Gatotkaca dengan Pergiwa dan Pergiwati juga menjadi semakin bernilai karena kisahnya di kehidupan Soekarno. Agus memaparkan, Istana Bogor menyimpan koleksi yang paling menarik dan berharga. Di kompleks istana yang bersambungan dengan Kebun Raya Bogor itu, ada lebih dari seratus lukisan Basoeki Abdullah. Di situ pula ada puluhan lukisan berobjek perempuan telanjang warisan Soekarno dengan nilai istimewa.
Pada era Soeharto, koleksi itu dimasukkan kamar khusus oleh Ibu Tien Soeharto. Mungkin takut dilihat Pak Harto. Hehehe…, canda Agus.
Sejak 1980-an, Agus memang sudah mengamati koleksi benda-benda seni istana tersebut. Sampai akhirnya, dia berhasil masuk Istana Negara pada 1981. Kala itu, dia sangat bergembira karena bisa melihat langsung ratusan lukisan karya seniman-seniman besar.
Perjumpaan itu merupakan hal istimewa bagi saya. Sebab, sebelumnya saya hanya bisa melihat reproduksinya dalam buku koleksi lukisan Presiden Soekarno yang saya miliki sejak 1965, ungkapnya.
Sejak kecil Agus memang gemar melukis. Dia pernah beberapa kali turut serta dalam pameran bersama. Pameran terakhir yang diikuti adalah Biennale Seni Lukis Indonesia 1976 yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta di TIM. Teman-temannya berujar kepada dia bahwa sudah terlalu banyak pelukis, namun tak banyak yang menulis tentang lukisan. Sejak itu, saya meninggalkan kuas dan kanvas dan terus menulis hingga sekarang, kenang Agus.
Selain menyusun 31 buku, Agus telah menyiarkan 2.300 judul tulisan seni rupa yang dimuat di sekitar 40 media cetak.
Perjumpaan Agus dengan lukisan-lukisan istana bahkan dimulai saat dirinya masih duduk di bangku SMP. Pada 1965, dia sudah mempunyai satu di antara lima jilid buku koleksi lukisan Presiden Soekarno. Itu merupakan hadiah dari ayahnya, Goentoro Tantono, yang menghendaki dirinya menjadi pelukis.
Ayah hanya mampu membeli satu jilid karena harganya mahal. Waktu itu, harga satu buku seharga dua ban truk, kenang Agus yang ayahnya merupakan pengusaha truk itu.(*/c5/ari)
Jakarta.
http://tokohbanyuwangi.blogspot.com/2013/05/agus-dermawan-t-kritikus-dan-kurator.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A. Anzieb
A. Khoirul Anam
A. Kirno Tanda
A.C. Andre Tanama
A.D. Pirous
A.S. Laksana
Abdillah M Marzuqi
Abdul Ajis
Abdul Kirno Tanda
Abdurrahman Wahid
Abu Nisrina
Adhi Pandoyo
Adib Muttaqin Asfar
Adreas Anggit W.
Afnan Malay
Agama Para Bajingan
Agung Kurniawan
Agung WHS
Agus B. Harianto
Agus Dermawan T
Agus Hernawan
Agus Mulyadi
Agus R. Subagyo
Agus Sigit
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Aguslia Hidayah
AH J Khuzaini
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Alim Bakhtiar
Alur Alun Tanjidor
Amang Rahman Jubair
Amien Kamil
Amri Yahya
Anang Zakaria
Andhi Setyo Wibowo
Andong Buku
Andong Buku #3
Andong Buku 3
Andry Deblenk
Anindita S Thayf
Antologi Puisi Kalijaring
Antologi Sastra Lamongan
Anton Adrian
Anton Kurnia
Anwar Holid
Ardhabilly
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Junianto
Arif 'Minke' Setiawan
Arti Bumi Intaran
Ary B Prass
Aryo Wisanggeni G
AS Sumbawi
Awalludin GD Mualif
Ayu Nuzul
Ayu Sulistyowati
Bambang Bujono
Bambang Soebendo
Bambang Thelo
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Basoeki Abdullah
Basuki Ratna K
BE Satrio
Beni Setia
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Brunel University London
Buku Kritik Sastra
Bustan Basir Maras
Candrakirana KOSTELA
Catatan
Cover Buku
Dahlan Kong
Daniel Paranamesa
Dari Lisan ke Lisan
Darju Prasetya
Debat Panjang Polemik Sains di Facebook
Dedy Sufriadi
Dedykalee
Denny JA
Desy Susilawati
Di Balik Semak Pitutur Jawa
Dian Sukarno
Dian Yuliastuti
Dien Makmur
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dipo Handoko
Disbudpar
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Doddi Ahmad Fauji
Donny Anggoro
Donny Darmawan
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwin Gideon
Edo Adityo
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Esai
Evan Ys
F. Budi Hardiman
Faidil Akbar
Faizalbnu
Fatah Yasin Noor
Festival Teater Religi
Forum Lingkar Pena Lamongan
Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L)
Forum Santri Nasional
Franz Kafka
Galeri Sonobudoyo
Gatot Widodo
Goenawan Mohamad
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Hans Pols
Hardjito
Haris Saputra
Harjiman
Harryadjie BS
Hendra Sofyan
Hendri Yetus Siswono
Hendro Wiyanto
Heri Kris
Herman Syahara
Heru Emka
Heru Kuntoyo
htanzil
I Wayan Seriyoga Parta
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Farida
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indigo Art Space
Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta
Intan Ungaling Dian
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Jajang R Kawentar
Jawapos
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
Jo Batara Surya
Jonathan Ziberg
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jual Buku Paket Hemat 23
Jumartono
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar
Kadjie MM
Kalis Mardiasih
Karikatur Hitam-Putih
Karikatur Pensil Warna
Kartika Foundation
Kemah Budaya Pantura (KBP)
Kembulan
KetemuBuku Jombang
Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto
Koktail
Komik
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela)
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Koskow
Koskow (FX. Widyatmoko)
KOSTELA
Kris Monika E
Kyai Sahal Mahfudz
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Shitaresmi
Leo Tolstoy
Literasa Donuts
Lords of the Bow
Luhung Sapto
Lukas Luwarso
Lukisan
M Anta Kusuma
M. Ilham S
M. Yoesoef
Mahmud Jauhari Ali
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoenomo
Mas Dibyo
Mashuri
Massayu
Masuki M Astro
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Moch. Faisol
Moh. Jauhar al-Hakimi
Moses Misdy
Muhajir
Muhammad Antakusuma
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Yasir
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Musdalifah Fachri
Ndix Endik
Nelson Alwi
Nietzsche
Noor H. Dee
Novel Pekik
Nung Bonham
Nurel Javissyarqi
Nurul Hadi Koclok
Nuryana Asmaudi SA
Obrolan
Octavio Paz
Oil on Canvas
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pagelaran Musim Tandur
Pameran Lukisan
Pasar Seni Indonesia
Pasar Seni Lukis Indonesia
PC. Lesbumi NU Babat
Pekan Literasi Lamongan
Pelukis
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Harjiman
Pelukis Saron
Pelukis Sugeng Ariyadi
Pelukis Tarmuzie
Pendhapa Art Space
Penerbit PUstaka puJAngga
Penerbit SastraSewu
Pesta Malang Sejuta Buku 2014
Proses kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
PuJa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
R Ridwan Hasan Saputra
Rabdul Rohim
Rahasia Literasi
Rakai Lukman
Rambuana
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Remy Sylado
Rengga AP
Resensi
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Riki Antoni
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rudi Isbandi
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rumoh Projects
S. Yadi K
Sabrank Suparno
Saham Sugiono
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Pasir
Sanggar Pasir Art and Culture
Sapto Hoedojo
Sastra
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
SelaSastra ke #24
Senarai Pemikiran Sutejo
Seni Rupa
Septi Sutrisna
Seraphina
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sketsa
Soesilo Toer
Sofyan RH. Zaid
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Srihadi Soedarsono
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sugeng Ariyadi
Suharwedy
Sunu Wasono
Susiyo Guntur
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno SZ
Syifa Amori
Tammalele
Tamrin Bey
TanahmeraH ArtSpace
TANETE
Tarmuzie
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan Pinang
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan
Toto Nugroho
Tri Andhi S
Tri Moeljo
Triyono
Tu-ngang Iskandar
Tulus Rahadi
Tulus S
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Vincent van Gogh
Vini Mariyane Rosya
W.S. Rendra
Wachid Duhri Syamroni
Wahyudin
Warung Boenga Ketjil
Wasito
Wawancara
Wayan Sunarta
William Bradley Horton
Yona Primadesi
Yosep Arizal L
Yunisa
Zawawi Se
Zulfian Hariyadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar