Minggu, 01 Desember 2019

Bedah buku M. Muhibbuddin mengenai W.S. Rendra *

Sholihul Huda **

Catatan Kliping Tentang Buku W.S. Rendra

Sekitar tahun 1970, Robinson Simanjuntak dan Fajar Suharno melakukan pendokumentasian kliping koran tulisan tentang W.S. Rendra. Kerja pendokumentasian berlanjut di tahun 80-an, oleh Komunitas Mangap Studio. Di tahun 90-an hingga tahun 2000-an kegiatan ini berlanjut, kali ini Komunitas Bela Studio. Dari seluruh kliping yang terdokumentasikan, menghasilkan 4 buah buku: Menonton Bengkel Teater Rendra, Rendra dan Teater Modern Indonesia, Membaca Kepenyairan Rendra, Ketika Rendra Baca Sajak, yang semuanya dicetak oleh Penerbit Kepel Press.

Perjalanan hidup sebagai penyair, aktivis, dan pemikir politik maupun kebudayaan Rendra yang tidak sebatas teks, namun bersentuhan langsung dengan realitas, ternyata masih menarik untuk diulas dan dibukukan, kerja M. Muhibbuddin (Muhib) salah satunya. Mungkin ada sedikit kesamaan antara diri Muhib dengan Rendra dalam proses perjalanan hidup dan spiritual, sehingga dia begitu hangat menyelami Rendra -menilik dari judul buku- dengan tulisan yang ada dalam buku tersebut. “Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan? Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan?” (W.S. Rendra, Sajak Sebatang Lisong, 1977).

Tiba-tiba muncul pertanyaan dalam benak saya, apakah buku tentang Rendra yang ditulis Muhib ini dapat menjadi buku pembeda dari 4 buku mengenai Si Burung Merak yang saya punya, atau buku ini hanya mereproduksi tulisan dari buku-buku lama? Sehingga ketika membacanya, saya tidak mendapatkan hal baru yang tak ada di buku sebelumnya, semoga saja apa yang saya khawatirkan tidak terjadi.

Tapi konon, Rendra pernah merasa malu disebut sebagai penyair pembaharu. Dia tak merasa menempuh jalan estetika yang orisinal, semuanya sudah serba membaur. Rendra hanya percaya cetusan dari kepribadian yang unik, itulah kesejatian meski yang tak harus baru. Dan Muhib, sejauh yang saya kenal memiliki keunikan. Apakah harus saya tulis keunikanmu Muhib?

Ini akan dijawab oleh saudara penulis sebagai bentuk pertanggungjawaban karya. Sebagai penulis, saya yakin Muhib sudah membaca ke empat buku yang saya punya tersebut, dan mencari titik utama yang membedakan karya sebelumnya dengan karya yang dituliskannya. Keyakinan itu didasari oleh sedikit pengetahuan saya atas diri Muhib selama hidup bersama dalam satu atap Yogyakarta, bahwa penulis memiliki penguasaan data berita koran dari tahun baheula lengkap, yang ada di Perpustakaan Nasional Jakarta, Perpustakaan H.B. Jassin, dan beberapa perpustakaan di Kota Yogyakarta.
***

Catatan Kliping Kehidupan Muhammad Muhibbuddin

Rasanya akan lebih lengkap jika kita juga mengulas perjalanan hidup penulis, dari sana bisa belajar dan berbagi. Menulis puluhan buku itu tidak mudah; ada proses jatuh bangun, terkapar luka, berdarah, dan lapar sebelum menghasilkan sebuah karya berupa buku. Dari pengalaman ini kita dapat belajar hidup, mempelajari, dan mengarungi kehidupan. Sehingga mampu memahami bahwa derita dan keberuntungan itu tak ada bedanya, alias sama saja.

Kerja kebudayaan M. Muhibbuddin di Yogya diawali di sebuah sanggar bernama Kutub, asuhan almarhum Kang Zainal Arifin Thoha (ZAT). Sistem yang dibangun di Sanggar ini kemandirian, atau ketaktergantungan kecuali kepada Tuhan. Bagi mereka yang masuk tidak diperbolehkan mendapat kiriman dari orang tua. Santri harus berusaha sendiri untuk pemenuhan kebutuhan hidup pribadi dan komunal. Mereka ada yang jualan kacang (saya mengalami bersama penulis), roti, loper koran, dan  menulis sebagai kewajiban diluar aktivitas di atas.

Selain itu ada aktivitas kesenian (teater, musik, dan sastra). Slogannya, “awali dengan mencipta dari saldo nol Rupiah.” Bagi santri pemula, Bersaldo Nol Rupiah harus menempuh perjalanan kaki 3 jam menuju kampus IAIN SuKa, jika tidak mendapatkan tumpangan di jalan, dan penulis salah satu pelakunya. Proses panjang inilah yang kemudian membentuk mental juang dalam diri Muhib sewaktu “menaklukkan nasib,” memaksa diri bekerja keras. Hingga bisa membeli sepeda onthel dari hasil menulis di media massa.

Rata-rata mereka yang pernah singgah di sanggar ini, sekarang berhasil di bidangnya masing-masing, termasuk Muhib sebagai penulis. Yogyakarta merupakan Kawah Candradimuka yang melahirkan para kesatria, bukan bermaksud melebih-lebihkan, akan tetapi kenyataannya demikian, seperti halnya Kota Surabaya, Jakarta, Semarang, dan kota-kota lain di Indonesia.

Di Kutub, Muhib bersinggungan langsung dengan penulis-penulis besar, baik itu teman seangkatan maupun teman Pengasuh (ZAT), yang diundang untuk bertukar pengalaman dengan para santri. Beberapa tokoh teman pengasuh yang pernah dihadirkan di sanggar tersebut, antaranya; Nurel Javissyarqi, Binhad Nurrohmat, Mardi Luhung, Aguk Irawan MN, Cak Muwafiq (sekarang KH). Juga ada Mas Whani Darmawan (teaterawan), cerpenis Joni Ariadinata, dan banyak tokoh yang tak bisa saya sebutkan satu-persatu. Kehadiran beberapa tokoh di atas sangat berpengaruh terhadap kualitas, dan mentalitas para santri dalam berkarya sekaligus bertahan hidup.

“Teater yang gagah dalam kemiskinan” itulah teknologi berpikir penulis dan kita amalkan pada saat itu. Metafor tingkat tinggi dari Sang Maestro W.S. Rendra. Jika seharian tidak makan, kita cukup keluar menuju ujung lorong masuk Kutub untuk mendekati penjual sate, dan menghirup bau sate madura, ternyata aromanya sudah cukup mengganjal perut yang lapar. Nominal Rp. 5000,- yang dipopulerkan A. Yusrianto Elga dan Ridwan Munawwar, menjadi “kata sandi sehari-hari,” jika kita hendak pinjam uang untuk membeli nasi angkringan di depan Pon.Pes. Krapyak. Dan kehadiran Cak Nurel sangat diharap-harapkan ketika stok tembakau habis. Kondisi di atas tak membuat penulis dan teman-teman layu, justru membuatnya semakin produktif berkarya di bidangnya masing-masing.

Daya cekam (poor theatre, Jerzy Grotowski) semakin mendorong penulis dan teman-teman Kutub produktif, dan daya beringas (theatre of cruelty, Antonin Artaud) membuat penulis dekat dengan spiritualitas, tubuh adalah jiwa bukan materi, itulah alam kita, dunia kita pada saat itu, yang tak mampu mengejar teknologi modern Barat serba canggih dan mahal, yang hanya menjadikan kita sebagai budak-budaknya. Apa perlunya kita mengejar mereka?

Salam Budaya,
Daya cipta,
Daya rasa,
Daya karsa,
Salam Tabik.

Gresik, 1 Desember 2019

*) Pemantik acara di Kafe Sastra, Sono, Panceng, Gresik, 8 Desember 2019, 19.00. WIB
**) Seniman kelahiran Cepu yang kini tinggal di Gresik, Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Kirno Tanda A.C. Andre Tanama A.D. Pirous A.S. Laksana Abdillah M Marzuqi Abdul Ajis Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abu Nisrina Adhi Pandoyo Adib Muttaqin Asfar Adreas Anggit W. Afnan Malay Agama Para Bajingan Agung Kurniawan Agung WHS Agus B. Harianto Agus Dermawan T Agus Hernawan Agus Mulyadi Agus R. Subagyo Agus Sigit Agus Sulton Agus Sunyoto Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Alim Bakhtiar Alur Alun Tanjidor Amang Rahman Jubair Amien Kamil Amri Yahya Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo Andong Buku Andong Buku #3 Andong Buku 3 Andry Deblenk Anindita S Thayf Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Adrian Anton Kurnia Anwar Holid Ardhabilly Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arti Bumi Intaran Ary B Prass Aryo Wisanggeni G AS Sumbawi Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Ayu Sulistyowati Bambang Bujono Bambang Soebendo Bambang Thelo Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Basoeki Abdullah Basuki Ratna K BE Satrio Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Brunel University London Buku Kritik Sastra Bustan Basir Maras Candrakirana KOSTELA Catatan Cover Buku Dahlan Kong Daniel Paranamesa Dari Lisan ke Lisan Darju Prasetya Debat Panjang Polemik Sains di Facebook Dedy Sufriadi Dedykalee Denny JA Desy Susilawati Di Balik Semak Pitutur Jawa Dian Sukarno Dian Yuliastuti Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dipo Handoko Disbudpar Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwin Gideon Edo Adityo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Esai Evan Ys F. Budi Hardiman Faidil Akbar Faizalbnu Fatah Yasin Noor Festival Teater Religi Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Franz Kafka Galeri Sonobudoyo Gatot Widodo Goenawan Mohamad Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Hans Pols Hardjito Haris Saputra Harjiman Harryadjie BS Hendra Sofyan Hendri Yetus Siswono Hendro Wiyanto Heri Kris Herman Syahara Heru Emka Heru Kuntoyo htanzil I Wayan Seriyoga Parta Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indigo Art Space Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Intan Ungaling Dian Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Jajang R Kawentar Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jiero Cafe Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jonathan Ziberg Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jual Buku Paket Hemat 23 Jumartono K.H. Ma'ruf Amin Kabar Kadjie MM Kalis Mardiasih Karikatur Hitam-Putih Karikatur Pensil Warna Kartika Foundation Kemah Budaya Pantura (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Koktail Komik Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Koskow Koskow (FX. Widyatmoko) KOSTELA Kris Monika E Kyai Sahal Mahfudz L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Shitaresmi Leo Tolstoy Literasa Donuts Lords of the Bow Luhung Sapto Lukas Luwarso Lukisan M Anta Kusuma M. Ilham S M. Yoesoef Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoenomo Mas Dibyo Mashuri Massayu Masuki M Astro Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Moch. Faisol Moh. Jauhar al-Hakimi Moses Misdy Muhajir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musdalifah Fachri Ndix Endik Nelson Alwi Nietzsche Noor H. Dee Novel Pekik Nung Bonham Nurel Javissyarqi Nurul Hadi Koclok Nuryana Asmaudi SA Obrolan Octavio Paz Oil on Canvas Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Pameran Lukisan Pasar Seni Indonesia Pasar Seni Lukis Indonesia PC. Lesbumi NU Babat Pekan Literasi Lamongan Pelukis Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Saron Pelukis Sugeng Ariyadi Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pesta Malang Sejuta Buku 2014 Proses kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga R Ridwan Hasan Saputra Rabdul Rohim Rahasia Literasi Rakai Lukman Rambuana Raudlotul Immaroh Redland Movie Remy Sylado Rengga AP Resensi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Riki Antoni Robin Al Kautsar Rodli TL Rudi Isbandi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumoh Projects S. Yadi K Sabrank Suparno Saham Sugiono Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sapto Hoedojo Sastra Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra ke #24 Senarai Pemikiran Sutejo Seni Rupa Septi Sutrisna Seraphina Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sketsa Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Srihadi Soedarsono Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sugeng Ariyadi Suharwedy Sunu Wasono Susiyo Guntur Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno SZ Syifa Amori Tammalele Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace TANETE Tarmuzie Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Pinang Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Toto Nugroho Tri Andhi S Tri Moeljo Triyono Tu-ngang Iskandar Tulus Rahadi Tulus S Universitas Indonesia Universitas Jember Vincent van Gogh Vini Mariyane Rosya W.S. Rendra Wachid Duhri Syamroni Wahyudin Warung Boenga Ketjil Wasito Wawancara Wayan Sunarta William Bradley Horton Yona Primadesi Yosep Arizal L Yunisa Zawawi Se Zulfian Hariyadi