“Seni itu ibarat sebuah pohon. Pasti mengenal kapan saat tumbuh, kapan berdaun,
berbunga, dan berbuah untuk kemudian mati karena ditelan usia” –Rudi
Isbandi–
Lahir di Yogyakarta, 2 Januari 1937, Rudi Isbandi dikenal
sebagai perupa dengan nama besar. Mulanya ia belajar melukis secara otodidak.
Kemudian menempuh pendidikan SMA Institut Indonesia di Yogyakarta, bergabung di
Sanggar Pelukis Rakyat Yogyakarta, dan sempat berguru di Sanggar Affandi
Yogyakarta (1954). Hingga ia merengkuh masa kejayaan sebagai perupa ternama
pada era 1970-an yang menjadi bukti kepiawaian dan konsistensinya dalam
menciptakan karya seni rupa.
Berbagai
pameran baik bersama maupun tunggal di berbagai daerah telah dilakoni Rudi.
Beberapa diantaranya adalah Pameran Senilukis Indonesia di Jakarta (1974);
Pameran Besar Seni Lukis Indonesia II di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta
(1976); Pameran Besar Seni Lukis Indonesia III di TIM, Jakarta (1978); Pameran
Biennale ~ V di TIM, Jakarta (1982); dan Gelar Akbar Seni Lukis Jatim (1990).
Dalam beragam pamerannya, Rudi menampilkan karya dengan gaya yang berkembang.
Ia memang sosok yang tidak pernah menolak perubahan, sehingga banyak gaya dan
aliran dijajalnya. Mulai naturalis, realis, ekspresif, kubisme, dan instalasi.
Selama
lebih 30 tahun mulai tahun 1967, Rudi menekuni abstrak nonfiguratif hingga gaya
tersebut begitu melekat pada dirinya. Namun sejak tahun 2000, ia beralih
menekuni mix media dengan memanfaatkan apa saja yang ada di sekitarnya. Mulai
dari guntingan koran, kaleng bekas, cermin, mur, baut, hingga onderdil sepeda
dan jerohan radio-tape. Terhitung sekitar 2.000 lebih karya seni rupa dalam
berbagai gaya dan aliran telah diciptakan Rudi semasa hidupnya.
Kecintaannya
terhadap dunia seni rupa membuat Rudi memiliki impian untuk memiliki sebuah
museum seni rupa. Hal itu berhasil diwujudkan bersama istrinya, Sunarti, dengan
mendirikan dan mengelola Museum Rudi Isbandi (MRI) pada 2009 di kota Surabaya.
Museum seni rupa pertama di Surabaya dan keenam di Indonesia itu menyajikan sekitar
150 karya yang menandai perjalanan kesenian seorang Rudi Isbandi mulai tahun
1952 saat ia berusia 15 tahun hingga 2009.
Tak hanya sebagai perupa dan pengelola museum, Rudi juga dikenal sebagai kritikus seni rupa dan penulis sajak. Ia pernah dipercaya menjadi pengurus Dewan Kesenian Surabaya (DKS) pada periode 1974–1983 dan dikukuhkan Dewan Kesenian Jakarta sebagai Maestro Lukisan Kontemporer (2006). Rudi juga menerima berbagai penghargaan dari tokoh berpengaruh, seperti Presiden RI Soeharto, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Gubernur Jatim, Menteri Luar Negeri RI, Pemerintah Mesir, dan Presiden Megawati.
Rudi sungguh sangat jatuh cinta dengan seni. “Seni itu ibarat sebuah pohon. Pasti mengenal kapan saat tumbuh, kapan berdaun, berbunga, dan berbuah untuk kemudian mati karena ditelan usia,” ucapnya. Inilah saat bagi Rudi mengakhiri pohon keseniannya. Ia dikabarkan telah tutup usia pada Minggu dini hari, 18 September 2016. Selamat jalan Rudi Isbandi. Nama besarmu selalu tercatat dalam sejarah seni rupa Indonesia.
*dsy/GNI
http://galeri-nasional.or.id/newss/104-akhir_perjalanan_rudi_isbandi_sang_maestro_lukisan_kontemporer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar