Abdillah M Marzuqi
mediaindonesia.com
"NAMA saya Sujud Sutrisno, saya petugas PPRT, pemungut pajak rumah tangga," kata Sujud Kendang sebelum memulai pertunjukannya, Jumat (16/9) malam, di Bentara Budaya Yogyakarta. Sujud menyebut dirinya sebagai petugas PPRT untuk menggantikan sebutan pengamen jalanan.
Malam itu spesial bagi Sujud karena sebuah pameran seni rupa di BBY yang bertajuk Mbarang Jantur didedikasikan baginya. Di usianya yang sudah menginjak 63 tahun, Sujud masih terampil menabuh kendangnya, termasuk dalam lagu Mata Indah Bola Pingpong yang terkenal.
'Mata indah bola pingpong
Ono bocah kecemplung gentong
Sido mulih numpak andong
Tekan ngomah ketiban dondong'
Bagi warga Yogyakarta, sosok Sujud 'Kendang' Sutrisno sudah dikenal lama sebagai seniman jalanan. Lagu-lagu parodi yang dibawakan dan penampilannya yang menghibur membuat Sujud mudah disukai. Selain tampil di jalanan, pria yang lahir pada 22 September 1953 itu sering tampil dalam pertunjukan-pertunjukan seni di Yogyakarta.
Sujud malam itu pun sangat senang dengan pameran yang diadakan untuk dirinya. Total ada 27 karya dalam pameran Mbarang Jantur yang berlangsung dari 16-23 September 2016.
Ajang yang memamerkan karya dari 27 seniman itu diselenggarakan untuk menghormati Sujud, seorang seniman yang hampir seumur hidupnya diabdikan pada seni mengamen di jalanan.
Beberapa seniman yang ikut pameran itu ialah AC Andre Tanama, Agung Pekik, Bambang Herras, Wara Anindyah, Subandi Giyatno, Wilman Syahnur, dan Laksmi Shitaresmi. Mereka menampilkan sosok Sujud ataupun mengamen dalam perspektif masing-masing.
Kesenian mengamen
Bagi budayawan Sindhunata, sosok Sujud bukanlah pengamen biasa, melainkan sosok yang menampilkan garapan lagu yang khas. "Sujud memberikan hidupnya dalam berkesenian mengamen di jalanan," kata dia.
Ia mengatakan pameran di Bentara Budaya tersebut diberi judul Mbarang Jantur agar mengamen dapat diletakkan dalam konteks yang lebih luas. Mbarang Jantur berasal dari lakon pewayangan, Semar Mbarang Jantur. Dalam cerita itu, Semar dan anak-anaknya harus mengamen (mbarang) untuk Arjuna yang merasa lapar saat mencari Dewi Erawati.
Dengan berpijak pada cerita itu, tradisi mengamen yang ada hingga sekarang memang menjadi kegiatan berkesenian yang terkait dengan rasa lapar. "Dengan mengamen, orang bisa mendapat nafkah untuk memenuhi kebutuhan perutnya yang lapar," kata dia.
Menurut pria yang akrab disapa Romo Sindhu itu, mengamen tidak selalu diasosiasikan dengan orang kecil. Mengamen dilakukan siapa pun yang mencari nafkah dengan berkesenian.
Namun, yang ada saat ini, kata mengamen sudah mengalami degradasi makna. Ketika artis kaya tampil, orang-orang akan menyebutnya sebagai show atau performance. Akhirnya, mengamen hanya diperuntukkan orang kecil dan melarat.
http://mediaindonesia.com/news/read/68615/mengamen-dan-rasa-lapar/2016-09-25
mediaindonesia.com
"NAMA saya Sujud Sutrisno, saya petugas PPRT, pemungut pajak rumah tangga," kata Sujud Kendang sebelum memulai pertunjukannya, Jumat (16/9) malam, di Bentara Budaya Yogyakarta. Sujud menyebut dirinya sebagai petugas PPRT untuk menggantikan sebutan pengamen jalanan.
Malam itu spesial bagi Sujud karena sebuah pameran seni rupa di BBY yang bertajuk Mbarang Jantur didedikasikan baginya. Di usianya yang sudah menginjak 63 tahun, Sujud masih terampil menabuh kendangnya, termasuk dalam lagu Mata Indah Bola Pingpong yang terkenal.
'Mata indah bola pingpong
Ono bocah kecemplung gentong
Sido mulih numpak andong
Tekan ngomah ketiban dondong'
Bagi warga Yogyakarta, sosok Sujud 'Kendang' Sutrisno sudah dikenal lama sebagai seniman jalanan. Lagu-lagu parodi yang dibawakan dan penampilannya yang menghibur membuat Sujud mudah disukai. Selain tampil di jalanan, pria yang lahir pada 22 September 1953 itu sering tampil dalam pertunjukan-pertunjukan seni di Yogyakarta.
Sujud malam itu pun sangat senang dengan pameran yang diadakan untuk dirinya. Total ada 27 karya dalam pameran Mbarang Jantur yang berlangsung dari 16-23 September 2016.
Ajang yang memamerkan karya dari 27 seniman itu diselenggarakan untuk menghormati Sujud, seorang seniman yang hampir seumur hidupnya diabdikan pada seni mengamen di jalanan.
Beberapa seniman yang ikut pameran itu ialah AC Andre Tanama, Agung Pekik, Bambang Herras, Wara Anindyah, Subandi Giyatno, Wilman Syahnur, dan Laksmi Shitaresmi. Mereka menampilkan sosok Sujud ataupun mengamen dalam perspektif masing-masing.
Kesenian mengamen
Bagi budayawan Sindhunata, sosok Sujud bukanlah pengamen biasa, melainkan sosok yang menampilkan garapan lagu yang khas. "Sujud memberikan hidupnya dalam berkesenian mengamen di jalanan," kata dia.
Ia mengatakan pameran di Bentara Budaya tersebut diberi judul Mbarang Jantur agar mengamen dapat diletakkan dalam konteks yang lebih luas. Mbarang Jantur berasal dari lakon pewayangan, Semar Mbarang Jantur. Dalam cerita itu, Semar dan anak-anaknya harus mengamen (mbarang) untuk Arjuna yang merasa lapar saat mencari Dewi Erawati.
Dengan berpijak pada cerita itu, tradisi mengamen yang ada hingga sekarang memang menjadi kegiatan berkesenian yang terkait dengan rasa lapar. "Dengan mengamen, orang bisa mendapat nafkah untuk memenuhi kebutuhan perutnya yang lapar," kata dia.
Menurut pria yang akrab disapa Romo Sindhu itu, mengamen tidak selalu diasosiasikan dengan orang kecil. Mengamen dilakukan siapa pun yang mencari nafkah dengan berkesenian.
Namun, yang ada saat ini, kata mengamen sudah mengalami degradasi makna. Ketika artis kaya tampil, orang-orang akan menyebutnya sebagai show atau performance. Akhirnya, mengamen hanya diperuntukkan orang kecil dan melarat.
http://mediaindonesia.com/news/read/68615/mengamen-dan-rasa-lapar/2016-09-25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar