Shinta Maharani
m.tempo.co
Jakarta -Citraan perempuan renta berukuran jumbo membentangkan seutas benang. Tali halus itu bak jembatan. Tujuh tikus mini berjalan melewati benang. Enam binatang pengerat mengenakan sepatu oranye, sedangkan satu tikus berada di atas gerobak dorong. Seorang perempuan berpayung berdiri pada roda yang menggelinding. Ada pula lelaki yang bertumpu pada dua bambu mirip orang bermain engklek.
Lukisan berjudul Titian Para Elite itu adalah karya seniman Laksmi Shitaresmi yang tampil dalam pameran bertajuk “Playing on Paper” di Gallery Prawirotaman Hotel Yogyakarta pada 29 Mei-29 Juni 2015. Sebanyak 16 seniman memamerkan karyanya. Selain Laksmi, seniman yang berpameran di antaranya Andre Tanama, Anggar Prasetyo, Dadi Setiyadi, Terra Bajraghosa, I Made Arya Palguna, Yustoni Volunteero, dan Widyatmoko “Koskow”.
Karya Laksmi berbicara tentang kondisi sosial-politik dari hasil pengamatan kehidupan sehari-hari. Dalam karya berbahan akrilik dan arang di atas medium kertas itu, ia memunculkan ciri khasnya berupa citraan berukuran mini. Boneka tikus pada benang menyimbolkan koruptor. Korupsi di mana-mana. Di kelurahan, kepolisian, dan lembaga negara lain. Ibu empat anak itu juga miris melihat kriminalisasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini. “Saya geregetan dengan koruptor yang terus merajalela,” kata Laksmi, 31 Mei 2015.
Alumnus Jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Yogyakarta itu juga menciptakan citraan timba dan bumi yang menggantung pada benang. Karya itu melukiskan menimba air di mata air bumi. Ini bentuk keprihatinan Ibu Pertiwi terhadap masalah sosial-politik yang ruwet karena beragamnya kejahatan manusia.
Tema sosial-politik juga diangkat Widyatmoko “Koskow” dalam karya berjudul Dudu Ratu Dudu Raja. Karya lukisnya berupa aksara Jawa bertulisan “ana apa apa ana”. Tulisan itu seperti bangunan yang dikelilingi tiga bangku dalam sebuah ruangan. Tirai berwarna oranye yang tersibak menghias pintu ruangan seperti menyambut tamu. Tangan menggenggam tombak muncul di dinding sebelah kiri tirai. Ada pula sebatang kayu beranting yang bersandar di dinding sebelah kanan tirai.
Lukisan dengan teknik cat air dan tinta Cina di atas medium kertas itu menyindir kisruh Keraton Yogyakarta saat ini, yang dinilainya sebagai perebutan kekuasaan dalam suksesi Raja Yogyakarta. “Mereka saling berebut kekuasaan. Yang menderita wong cilik,” kata dosen Desain Komunikasi Visual Institut Seni Indonesia Yogyakarta itu.
Kurator pameran ini, Argus F.S., dalam konsep kuratorialnya, mengatakan seniman yang berpameran menampilkan simbol budaya lokal yang berlaku universal. Dia mencontohkan karya Laksmi Shitaresmi yang mengusung kerangka simbol tradisi tentang isi kepala perempuan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kontemporer. “Benturan tradisi, modern, dan embrio struktur masyarakat kontemporer menjadi metafor pada karyanya,” kata Argus.
https://m.tempo.co/read/news/2015/06/01/114671219/koruptor-hingga-kisruh-kraton-mewarnai-pameran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar