Rabu, 21 April 2021

Melecehkan Bahasa Indonesia melalui Kegiatan Literasi

Holy Adib *

Haluan, 26 Feb 2017
 
Salah satu cara melecehkan bahasa Indonesia melalui kegiatan literasi adalah menyelenggarakan acara literasi, seperti diskusi dan pameran buku, dengan menamai acara tersebut menggunakan bahasa Inggris.
 
Salah satu acara seperti itu sedang berlangsung di Sumatra Barat (Sumbar), yakni Minang Book Fair (MBF) 2017. MBF adalah pameran buku yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar, Yayasan Gemar Membaca Indonesia (Yagemi), dan Perpustakaan Nasional RI (PNRI) di Masjid Raya Sumbarpada 24 Februari sampai dengan 5 Maret. Mereka bukan hanya menamai acaranya dengan bahasa Inggris, melainkan juga susunan kegiatannya, seperti opening ceremony, talkshow buku, launching buku,  roadshow  buku Penerbit Diva, dan closing ceremony. Entah apa susahnya penyelenggaranya menggunakan upacara pembukaan, bincang-bincang atau gelar wicara buku, pertunjukan keliling atau safari keliling buku Penerbit Diva, dan upacara penutupan.
 
Saya tidak tahu apa yang dipikirkan oleh para penyelenggaranya sehingga membuat nama dan susunan acara berbahasa Inggris. Padahal, mereka adalah pemerintah dan yayasan yang mengaku gemar membaca. Pemerintah dan yayasan atau organisasi bidang literasi seharusnya mencontohkan sikap menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia (baca UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan).
 
Lagi pula, apa pentingnya membuat acara dan susunan kegiatannya dengan kata-kata bahasa Inggris seperti MBF itu kalau semua pesertanya adalah orang Indonesia? Siapa sasaran acara tersebut? Ini adalah hal mendasar yang perlu dijawab sebelum menggunakan bahasa asing. Apabila sasaran acara literasi adalah orang Indonesia, tidak ada satu pun alasan yang membenarkan acara tersebut dinamai dengan kata bahasa Inggris, kecuali jika penyelenggaranya mau disebut melecehkan bahasa Indonesia dan membangkang terhadap undang-undang.
 
Di Sumbar, hal itu dilakukan oleh pemerintah provinsinya. Pemprov Sumbar bukan pada MBF saja memperlihatkan kebanggaannya menggunakan bahasa Inggris pada kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan orang asing. Pada Mei 2016, Pemprov Sumbar meluncurkan program bernama Minang Mart. Minang Mart bukan hanya program, melainkan juga nama kedai yang tergabung dalam program itu. Artinya, kata bahasa Inggris, yakni mart, pada Minang Mart akan terus digunakan selama kedai itu ada. Akibatnya, kata mart akan terus disebut dan diingat masyarakat Sumbar, baik disengaja maupun tidak disengaja, dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, masyarakat Sumbar diajari secara tidak sadar untuk tidak menganggap asing kata bahasa Inggris. Masyarakat Sumbar juga “dihipnnotis” bahwa menggunakan bahasa Indonesia bukan sesuatu yang penting.
 
Sikap bangga menggunakan bahasa Inggris tampaknya menjadi bagian misi Pemprov Sumbar. Setelah Minang Mart dan Minang Book Fair, Pemprov Sumbar dan Yayasan Minang Bandung akan menyelenggarakan Minangpreneur Festival di Padang pada 22—23 April. Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, menulis di akun Facebooknya, “Minangpreneur Festival: Kami memanggil jiwa start up dan entreprenur muda Minang untuk show up. Minangpreneur Festival adalah suatu rangkaian kegiatan yang diinisiasi Yayasan Minang Bandung Indonesia untuk melatih pengusaha muda Minang agar bisa lebih baik dalam berusaha.” Masyarakat tidak bisa diharapkan memiliki kebanggaan berbahasa Indonesia kalau gubernur dan pemprovnya memelopori penggunaan bahasa asing.
 
Mengenai sikap tidak menghargai bahasa Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah, bukan hanya Pemprov Sumbar yang melakukannya, melainkan juga Pemerintah Kota Padang yang membuat acara tahunan, yakni Padang Fair. Jakarta Fair saja sudah lama diganti menjadi Pekan Raya Jakarta, tetapi Pemerintah Kota Padang masih juga memakai nama Padang Fair. Padahal, sukses atau gagalnya sebuah kegiatan atau program tidak ditentukan oleh nama berbau bahasa Inggris, tetapi oleh pelaksanaannya.
 
Selain pemerintah di Sumbar, beberapa akademikus dan perguruan tinggi di provinsi ini juga berkontribusi mencontohkan sikap bangga memakai bahasa Inggris. Akademikus tersebut (tidak perlu saya sebutkan namanya di sini) adalah penggagas Minangkabau Business School and Entrepreneurship Center (MBS EC). MBS EC adalah sekolah yang bertujuan menghasilkan wirausaha muda mandiri yang mampu memanfaatkan potensi ekonomi dan bisnis Sumbar secara kreatif. Sekolah, yang namanya susah dilafalkan dan belum tentu dipahami artinya oleh orang awam, itu juga bekerja sama dengan pemerintah daerah (termasuk Pemprov Sumbar), kementerian, perusahaan, dan lembaga lain. Sementara itu, perguruan tinggi yang latah menggunakan bahasa Inggris di lingkungan kampusnya adalah Universitas Andalas (Unand) yang memiliki Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Unand membuat Minangkabau Corner di perpustakaan kampus tersebut pada 2015 sebagai pusat informasi tentang Minangkabau. Anehnya, pusat informasi tentang Prancis di lokasi yang sama dinamai Warung Prancis. Selain itu, Unand juga menamai gedung pertemuannya dengan kata bahasa Inggris, yakni Convention Hall. Hal yang sama dilakukan Universitas Putra Indonesia (perguruan tinggi swasta di Padang) yang menamai gedung pertemuannya dengan UPI Convention Center.
 
Sebagian penulis atau pegiat literasi di Sumbar juga gemar dan bangga berbahasa Inggris. Bila ada peluncuran buku atau peluncuran kegiatan literasi, acaranya dinamai dengan kata launching, misalnya launching buku anu, launching kegiatan anu. Penulis dan pegiat literasi tersebut seharusnya menyadari bahwa mereka bukan kucing kurap, melainkan pelopor pemakaian bahasa Indonesia.
 
Simpulan tulisan ini adalah bahwa sikap tidak menghargai bahasa Indonesia di Sumbar, termasuk di dunia literasi, dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya mencontohkan kebanggaan memakai bahasa Indonesia, seperti pemerintah daerah, perguruan tinggi, yayasan/organisasi bidang literasi, akademisi, dan penulis. Maka, tidak mengherankan apabila masyarakat umum latah menggunakan bahasa Inggris beserta hukumnya (hukum menerangkan-diterangkan) dalam menamai acara, program, dan merek dagang.
 
Saya ingatkan melalui tulisan ini bahwa hal paling utama yang harus diluruskan terlebih dahulu dalam dunia literasi Indonesia ialah menjunjung bahasa Indonesia. Kalau hal itu tidak dilakukan oleh pegiat literasi, tetapi malah gemar menggunakan bahasa asing, tidak perlu berkoar-koar dan sok memperjuangkan dunia literasi Indonesia karena hal itu adalah penghinaan terhadap dunia literasi Indonesia.
 
Mengenai orang-orang yang gemar menggunakan kosakata Inggris kepada sasaran komunikasi yang merupakan orang Indonesia, saya kira mereka mengidap xenomania bidang bahasa. Xenomania adalah kesukaan yang berlebihan terhadap segala sesuatu yang asing (berasal dari luar negeri). Bahasa Inggris sebagai bahasa pergaulan internasional dan bahasa paling populer di dunia adalah bahasa asing yang sering digunakan oleh penutur bahasa Indonesia. Jadi, pengidap  penyakit xenomania bidang bahasa tersebut mungkin ingin mencitrakan dirinya sebagai orang intelektual, dianggap keren, atau apa pun yang berkaitan dengan sesuatu yang dapat menimbulkan kebanggaan diri. Padahal, yang mereka lakukan tersebut adalah hal yang memalukan dan kampungan.
 
Sebagai penutup tulisan ini, saya kutip status Facebook Saut Situmorang (sastrawan Indonesia) pada 13 Februari: Bahasa Indonesia adalah harga diri terakhir bangsa (Indonesia) yang tersisa setelah yang lainnya rusak dan jatuh ke comberan dekadensi moral dan intelektual. Ayo kita jaga.
***

*) Wartawan, tinggal di Padang. http://sastra-indonesia.com/2021/04/melecehkan-bahasa-indonesia-melalui-kegiatan-literasi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Kirno Tanda A.C. Andre Tanama A.D. Pirous A.S. Laksana Abdillah M Marzuqi Abdul Ajis Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abu Nisrina Adhi Pandoyo Adib Muttaqin Asfar Adreas Anggit W. Afnan Malay Agama Para Bajingan Agung Kurniawan Agung WHS Agus B. Harianto Agus Dermawan T Agus Hernawan Agus Mulyadi Agus R. Subagyo Agus Sigit Agus Sulton Agus Sunyoto Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Alim Bakhtiar Alur Alun Tanjidor Amang Rahman Jubair Amien Kamil Amri Yahya Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo Andong Buku Andong Buku #3 Andong Buku 3 Andry Deblenk Anindita S Thayf Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Adrian Anton Kurnia Anwar Holid Ardhabilly Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arti Bumi Intaran Ary B Prass Aryo Wisanggeni G AS Sumbawi Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Ayu Sulistyowati Bambang Bujono Bambang Soebendo Bambang Thelo Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Basoeki Abdullah Basuki Ratna K BE Satrio Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Brunel University London Buku Kritik Sastra Bustan Basir Maras Candrakirana KOSTELA Catatan Cover Buku Dahlan Kong Daniel Paranamesa Dari Lisan ke Lisan Darju Prasetya Debat Panjang Polemik Sains di Facebook Dedy Sufriadi Dedykalee Denny JA Desy Susilawati Di Balik Semak Pitutur Jawa Dian Sukarno Dian Yuliastuti Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dipo Handoko Disbudpar Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwin Gideon Edo Adityo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Esai Evan Ys F. Budi Hardiman Faidil Akbar Faizalbnu Fatah Yasin Noor Festival Teater Religi Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Franz Kafka Galeri Sonobudoyo Gatot Widodo Goenawan Mohamad Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Hans Pols Hardjito Haris Saputra Harjiman Harryadjie BS Hendra Sofyan Hendri Yetus Siswono Hendro Wiyanto Heri Kris Herman Syahara Heru Emka Heru Kuntoyo htanzil I Wayan Seriyoga Parta Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indigo Art Space Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Intan Ungaling Dian Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Jajang R Kawentar Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jiero Cafe Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jonathan Ziberg Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jual Buku Paket Hemat 23 Jumartono K.H. Ma'ruf Amin Kabar Kadjie MM Kalis Mardiasih Karikatur Hitam-Putih Karikatur Pensil Warna Kartika Foundation Kemah Budaya Pantura (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Koktail Komik Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Koskow Koskow (FX. Widyatmoko) KOSTELA Kris Monika E Kyai Sahal Mahfudz L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Shitaresmi Leo Tolstoy Literasa Donuts Lords of the Bow Luhung Sapto Lukas Luwarso Lukisan M Anta Kusuma M. Ilham S M. Yoesoef Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoenomo Mas Dibyo Mashuri Massayu Masuki M Astro Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Moch. Faisol Moh. Jauhar al-Hakimi Moses Misdy Muhajir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musdalifah Fachri Ndix Endik Nelson Alwi Nietzsche Noor H. Dee Novel Pekik Nung Bonham Nurel Javissyarqi Nurul Hadi Koclok Nuryana Asmaudi SA Obrolan Octavio Paz Oil on Canvas Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Pameran Lukisan Pasar Seni Indonesia Pasar Seni Lukis Indonesia PC. Lesbumi NU Babat Pekan Literasi Lamongan Pelukis Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Saron Pelukis Sugeng Ariyadi Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pesta Malang Sejuta Buku 2014 Proses kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga R Ridwan Hasan Saputra Rabdul Rohim Rahasia Literasi Rakai Lukman Rambuana Raudlotul Immaroh Redland Movie Remy Sylado Rengga AP Resensi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Riki Antoni Robin Al Kautsar Rodli TL Rudi Isbandi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumoh Projects S. Yadi K Sabrank Suparno Saham Sugiono Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sapto Hoedojo Sastra Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra ke #24 Senarai Pemikiran Sutejo Seni Rupa Septi Sutrisna Seraphina Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sketsa Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Srihadi Soedarsono Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sugeng Ariyadi Suharwedy Sunu Wasono Susiyo Guntur Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno SZ Syifa Amori Tammalele Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace TANETE Tarmuzie Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Pinang Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Toto Nugroho Tri Andhi S Tri Moeljo Triyono Tu-ngang Iskandar Tulus Rahadi Tulus S Universitas Indonesia Universitas Jember Vincent van Gogh Vini Mariyane Rosya W.S. Rendra Wachid Duhri Syamroni Wahyudin Warung Boenga Ketjil Wasito Wawancara Wayan Sunarta William Bradley Horton Yona Primadesi Yosep Arizal L Yunisa Zawawi Se Zulfian Hariyadi