Sabtu, 19 Desember 2020

“Spion” dalam Ilustrasi Cerita Anak Alim Bakhtiar

Pembukaan pameran Sriti Wani di Bentara Budaya Yogyakarta tahun 2013

 
Iman Budhi Santosa
 
Salam budaya,
Dalam rangka membuka pameran ilustrasi cerita anak ‘Sriti Wani, Kisah Anak-anak Langit’ karya Alim Bakhtiar yang sebentar lagi akan kita saksikan bersama, perkenankan saya juga sejenak bercerita. Karena setelah membaca cerita anak yang ditulis dan diilustrasi oleh Alim Bakhtiar yang demikian indah dan unik, saya jadi membayangkan demikian. Bersamaan dibukanya pameran ilustrasi ini, lahir pula tokoh bocah perempuan yang diberi nama sangat puitis oleh orang tuanya, Sriti Wani itu. Anak tadi lahir dari buah perkawinan Ki Manggar dan Nyi Blimbing Singsing, kaum pidak pedarakan yang tinggal di Desa Sinom, lereng gunung Sanggeni, di sebuah negeri antah berantah.
 
Menurut perhitungan Masehi, hari ini adalah Sabtu Pon, 26 Oktober 2013. Tetapi menurut kalender Jawa (Hijriah), pukul 19.30 WIB ini sudah masuk hari Ahad Wage.
 
Menurut primbon Jawa, anak yang lahir pada hari Ahad Wage memiliki neptu 9. Wuku: Kuningan, pengarasan: Lakuning Angin, pancasuda: Satria Wibawa,  dina: dina Urang, lintang 12: Lintang Kus (kukus), pranatamanga: kalima, bintang: Scorpio. Sedangkan gambaran kepribadian anak yang lahir hari Ahad Wage, dia mempunyai sifat yang sangat menonjol dalam mengambil hati/merayu orang lain. Sifat-sifat lain yang juga menonjol: 1) Tekun, rajin, giat, banyak bekerja (tidak suka berdiam diri / menganggur / berpangku tangan), seorang pekerja keras; 2) Penyendiri (suka sendirian), suka sepi / kesunyian, tidak suka berkumpul dengan banyak orang; 3) Berwibawa / punya kepribadian yang berpengaruh, banyak orang yang segan / hormat; 4) Ulet, gigih; 5) Pantang mundur / tidak kenal menyerah / putus asa, keras hati; 6) Baik hati, mulia, kesucian. Sedangkan sifat yang agak kurang baik: kalau marah berbahaya, suka merusak ataupun susah redanya (mudah kalap).
 
Saya sempat tertegun, karena karakter Sriti Wani yang digambarkan Alim seakan ceples benar dengan ramalam primbon di atas; kecuali sifat buruk yang kalau marah berbahaya itu. Padahal, dalam cerita tadi Alim samasekali tidak mengisahkan waktu dan hari Sriti Wani dilahirkan. Bagi saya pribadi, kejadian ini benar-benar mirip sebuah peristiwa kebetulan yang menakjubkan. Sebab, Alim diam-diam mampu menggubah sebuah cerita fiksi yang memiliki korelasi akurat dengan fakta realitas yang tertera dalam ramalan legendaris di Jawa.
 
Contoh keunikan yang lain, dalam cerita tadi dikisahkan bagaimana perjuangan Sriti Wani menempuh hutan belantara dan mengatasi berbagai kesulitan hingga ke langit untuk mewujudkan cita-citanya. Yaitu, membaca pesan muatan yang tersembunyi di balik smbol-simbol yang tertera di sayap seekor kupu-kupu yang bernama ‘Kupu-kupu Aksara’.
 
Salah satu momen yang luar biasa indahnya adalah ketika Alim memaparkan dengan fasih pertemuan Sriti Wani di tengah hutan dengan enthung (kepompong) yang  menjadi sang penunjuk arah. Di masa lalu, dalam tembang dolanan anak-anak di Jawa, kepompong memang suka ditanya: endi elor, endi kidul (mana Utara mana Selatan). Tidak pernah muncul pertanyaan mana Timur mana Barat.
 
Gara-gara membaca segmen inilah saya jadi seperti diingatkan kembali adanya tradisi mengapa dulu anak-anak bertanya mengenai arah yang akan ditempuh kepada kepompong. Dengan sangat cantik Alim menarasikan bagaimana Sriti Wani ketika kebingungan di hutan, kemudian si kepompong memberikan pencerahan filosofi khas Jawa yang sekarang banyak dilupakan. Silahkan simak narasi dan dialog yang ditulis Alim Bakhtiar ini:
 
“Selagi bulan masih cerah, ikutilah jalan ini. Cahayanya akan menuntunmu menemukan apa yang kau cari.” Ia menjatuhkan daun kering yang telah dipilih Sriti Wani ke tanah. Tiba-tiba di sana terlihat sebuah jalan dengan gambar yang aneh. Nampak perpohonan di kiri kanan yang membentuk lorong panjang.
 
“Percayalah pada hatimu Sriti… percayalah, itu yang akan menyelamatkanmu!” Kata kepompong Lor-Kidul melepas genggamannya. Sriti Wani mengangguk, ia segera berjalan mengambil jalan tersebut. Dengan demikian, si kepompong menyatakan ke mana pun arah yang akan ditempuh sesungguhnya sama. Sedangkan berhasil tidaknya apa yang diinginkan bukan ditentukan oleh arah jalan, melainkan oleh ketabahan hati yang bersangkutan.
 
Apa yang disampaikan oleh kepompong itu, mirip sekali dengan pesan yang ditulis Kirdjomuljo (almarhum) dalam puisinya ‘Di Tanganmu’: Kepada siapa akhirnya berjuta hati menatap/kepada mereka yang bersedia membagi hati kepadanya//Kepada siapa akhirnya berjuta suara mengucap/kepada mereka yang bersedia membagi suara kepadanya//Aku tidak tahu kau memilih jalan ke mana/segala jalan melintas di telapak tanganmu//Tetapi dapatkah kau mengingkari adanya yang kekal/dapatkah kau mengingkari adanya jalan ke dalam dirimu?//Aku hanya ingin memperingatkan/Jiwa di tanahairmu: jiwa yang sedia berbagi.
 
Membaca fiksi anak Sriti Wani saya juga seperti teringat kembali akan kisah Sun Go Kong yang disadur dalam bahasa Jawa oleh Sar BS di Majalah Panyebar Semangat (PS) dekade 50-an. Judulnya pun diubah ke dalam bahasa Jawa menjadi: ‘Ngupaya Serat Pangruwating Papa Cintraka.’ Dikisahkan bagaimana pendeta (Sang Prajaka) disertai anak muridnya: Sun Go Kong (wresiswa), si wajah babi (demalung), si kulit hitam (jlitheng), dan kuda jelmaan dewa naga (nagawahana), menempuh perjalanan bertahun-tahun dari Timur ke pegunungan Barat untuk nggadhuh (minta) kitab suci dari Dewi Kwan Im yang berguna untuk memperbaiki moral akhlak dan kehidupan umat manusia. Ternyata, setelah ketemu Dewi Kwan Im, beliau justru mengatakan bahwa kitab tersebut telah dimiliki oleh mereka. Artinya, dengan menempuh (proses) perjalanan itu sama halnya mereka telah melakukan pembelajaran terhadap berbagai nilai dan pengalaman hidup beraneka ragam yang dapat dipakai untuk meruwat (memperbaiki) kehidupan nyata di dunia.
 
Meskipun tidak persis sama, perjalanan Sriti Wani dari kampung halamannya hingga ke langit untuk mewujudkan cita-cita, mempelajari rahasia ilmu pengetahuan yang disimbolkan sebagai teks yang tertera pada saya Kupu-kupu Aksara, telah mengindikasikan: bahwa sepasang sayap kupu-kupu yang bertuliskan aksara (buku) hanyalah simbol belaka. Agaknya, sebagai orang Jawa, Alim menggunakan terminologi ilmu pengetahuan yang dibukukan sebagaimana pandangan Barat, melainkan ngelmu yang merupakan ajaran rahasia untuk pegangan hidup sesuai ungkapan peribahasa Jawa: ngelmu iku kalakone kanthi laku.
 
Puncak dari keunikan cerita anak yang ditulis Alim adalah ketika Sriti Wani berhasil mewujudkan cita-citanya, dia tidak lupa diri. Anak itu tidak ingin menjadi kaum urban meskipun telah ‘mumpuni’ berbekal pengalaman dan ilmu pengetahuan yang dimiliki.  Tetapi, tetap saja ia kembali ke kampung halaman, ke habitat semula, ke kaki gunung Sanggeni. Suatu kasunyatan yang jarang terjadi saat ini, khususnya bagi generasi muda. Banyak mereka yang sedikit saja mengenyam sukses justru menjelma kacang yang lupa kulitnya. Lebih memilih menjadi ‘buntut ular besar, dibanding menjadi kepala ular kecil’.
 
Gambaran selintas ini, bagi saya mengindikasikan cerita anak Sriti Wani dalam konteks sosial telah dijadikan semacam ‘kaca spion’ oleh penulisnya. Dan, celakanya, bagi saya terasa pas. Benar dan tepat. Maka, ketika ilustrasi dirumuskan sebagai: gambar (foto, lukisan) untuk memperjelas, menerangkan isi buku, karangan, atau gambar, desain, atau diagram untuk penghias buku, melalui even pameran ilustrasi cerita anak ini, Alim Bakhtiar sekan berbisik kepada kita. Dan semoga benar. Makna ilustrasi bukan hanya seperti dipaparkan dalam kamus saja. Menjadi semacam hiasan, yang memperjelas, menerangkan, atau mempercantik semata.  Sebab,  ilustrasi ternyata dapat juga dijadikan ‘spion’ agar kita mampu melihat ke belakang lagi (berpaling) sebagaimana introspeksi yang digembar-gemborkan di mana-mana, namun jutaan orang tak pernah legawa melaksanakannya.
***
 
26/10/2013 http://sastra-indonesia.com/2020/12/spion-dalam-ilustrasi-cerita-anak-alim-bakhtiar/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan A. Anzieb A. Khoirul Anam A. Kirno Tanda A.C. Andre Tanama A.D. Pirous A.S. Laksana Abdillah M Marzuqi Abdul Ajis Abdul Kirno Tanda Abdurrahman Wahid Abu Nisrina Adhi Pandoyo Adib Muttaqin Asfar Adreas Anggit W. Afnan Malay Agama Para Bajingan Agung Kurniawan Agung WHS Agus B. Harianto Agus Dermawan T Agus Hernawan Agus Mulyadi Agus R. Subagyo Agus Sigit Agus Sulton Agus Sunyoto Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Alim Bakhtiar Alur Alun Tanjidor Amang Rahman Jubair Amien Kamil Amri Yahya Anang Zakaria Andhi Setyo Wibowo Andong Buku Andong Buku #3 Andong Buku 3 Andry Deblenk Anindita S Thayf Antologi Puisi Kalijaring Antologi Sastra Lamongan Anton Adrian Anton Kurnia Anwar Holid Ardhabilly Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif 'Minke' Setiawan Arti Bumi Intaran Ary B Prass Aryo Wisanggeni G AS Sumbawi Awalludin GD Mualif Ayu Nuzul Ayu Sulistyowati Bambang Bujono Bambang Soebendo Bambang Thelo Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Basoeki Abdullah Basuki Ratna K BE Satrio Beni Setia Bentara Budaya Yogyakarta Berita Brunel University London Buku Kritik Sastra Bustan Basir Maras Candrakirana KOSTELA Catatan Cover Buku Dahlan Kong Daniel Paranamesa Dari Lisan ke Lisan Darju Prasetya Debat Panjang Polemik Sains di Facebook Dedy Sufriadi Dedykalee Denny JA Desy Susilawati Di Balik Semak Pitutur Jawa Dian Sukarno Dian Yuliastuti Dien Makmur Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dipo Handoko Disbudpar Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Doddi Ahmad Fauji Donny Anggoro Donny Darmawan Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwin Gideon Edo Adityo Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Esai Evan Ys F. Budi Hardiman Faidil Akbar Faizalbnu Fatah Yasin Noor Festival Teater Religi Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Franz Kafka Galeri Sonobudoyo Gatot Widodo Goenawan Mohamad Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Hans Pols Hardjito Haris Saputra Harjiman Harryadjie BS Hendra Sofyan Hendri Yetus Siswono Hendro Wiyanto Heri Kris Herman Syahara Heru Emka Heru Kuntoyo htanzil I Wayan Seriyoga Parta Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Farida Idris Pasaribu Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indigo Art Space Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Intan Ungaling Dian Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Jajang R Kawentar Jawapos Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jiero Cafe Jihan Fauziah Jo Batara Surya Jonathan Ziberg Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jual Buku Paket Hemat 23 Jumartono K.H. Ma'ruf Amin Kabar Kadjie MM Kalis Mardiasih Karikatur Hitam-Putih Karikatur Pensil Warna Kartika Foundation Kemah Budaya Pantura (KBP) Kembulan KetemuBuku Jombang Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Koktail Komik Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Koskow Koskow (FX. Widyatmoko) KOSTELA Kris Monika E Kyai Sahal Mahfudz L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Shitaresmi Leo Tolstoy Literasa Donuts Lords of the Bow Luhung Sapto Lukas Luwarso Lukisan M Anta Kusuma M. Ilham S M. Yoesoef Mahmud Jauhari Ali Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoenomo Mas Dibyo Mashuri Massayu Masuki M Astro Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Purnama di Kampung Halaman Moch. Faisol Moh. Jauhar al-Hakimi Moses Misdy Muhajir Muhammad Antakusuma Muhammad Muhibbuddin Muhammad Yasir Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Musdalifah Fachri Ndix Endik Nelson Alwi Nietzsche Noor H. Dee Novel Pekik Nung Bonham Nurel Javissyarqi Nurul Hadi Koclok Nuryana Asmaudi SA Obrolan Octavio Paz Oil on Canvas Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pagelaran Musim Tandur Pameran Lukisan Pasar Seni Indonesia Pasar Seni Lukis Indonesia PC. Lesbumi NU Babat Pekan Literasi Lamongan Pelukis Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Saron Pelukis Sugeng Ariyadi Pelukis Tarmuzie Pendhapa Art Space Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pesta Malang Sejuta Buku 2014 Proses kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi PuJa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga R Ridwan Hasan Saputra Rabdul Rohim Rahasia Literasi Rakai Lukman Rambuana Raudlotul Immaroh Redland Movie Remy Sylado Rengga AP Resensi Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Riki Antoni Robin Al Kautsar Rodli TL Rudi Isbandi Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumoh Projects S. Yadi K Sabrank Suparno Saham Sugiono Sanggar Lukis Alam Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sapto Hoedojo Sastra Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil SelaSastra ke #24 Senarai Pemikiran Sutejo Seni Rupa Septi Sutrisna Seraphina Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sketsa Soesilo Toer Sofyan RH. Zaid Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Srihadi Soedarsono Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sugeng Ariyadi Suharwedy Sunu Wasono Susiyo Guntur Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno SZ Syifa Amori Tammalele Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace TANETE Tarmuzie Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Pinang Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Toto Nugroho Tri Andhi S Tri Moeljo Triyono Tu-ngang Iskandar Tulus Rahadi Tulus S Universitas Indonesia Universitas Jember Vincent van Gogh Vini Mariyane Rosya W.S. Rendra Wachid Duhri Syamroni Wahyudin Warung Boenga Ketjil Wasito Wawancara Wayan Sunarta William Bradley Horton Yona Primadesi Yosep Arizal L Yunisa Zawawi Se Zulfian Hariyadi