Setiap perkembangan terkesan sebagai Kotak Pandora: membawa kebaikan sekaligus mara bahaya -- menyodorkan madu sekaligus racun. Begitu juga revolusi digital -- menuangkan anggur yang nikmat sekaligus membubuhkan sianida di gelas biru yang hendak kita teguk. Ringkasnya, revolusi digital memberi kepada kita kapal pesiar mewah untuk berselancar di samudra lepas sekaligus melahirkan bajak-laut atau penyamun digital. Fenomena bajak-laut digital ini menjadi fokus buku Alexander Sebastian Dent. Dia menulis buku bertajuk Bajak Laut/Penyamun Digital (Digital Pirates) berdasarkan fenomena bajak laut digital di Amerika Latin.
Buku Bajak Laut Digital berusaha meneroka kreasi, distribusi, dan konsumsi film dan musik yang tidak sah di Brasil. Alexander Sebastian Dent menawarkan definisi baru tentang pembajakan sebagai hal yang sangat diperlukan oleh kapitalisme saat ini serempak dengan peningkatan penegakan global atas kekayaan intelektual (IP). Hukum yang demikian ruwet dan berubah-ubah mungkin melarangnya, tetapi pembajakan tetap menjadi aktivitas inti abad kedua puluh satu.
Dengan menggabungkan piranti antropologi linguistik dan budaya dengan model studi media dan ekonomi politik, buku Bajak Laut/Penyamun Digital ini mencoba menguak dinamika IP dan pembajakan yang berfungsi sebagai strategi untuk mengelola kesenjangan antar-teks — dalam hal ini, konten digital. Analisis Dent mencakup kerja lapangannya di dan sekitar São Paulo dengan penyamun musisi, pembuat film, polisi, salesman, teknisi, pembuat kebijakan, politisi, aktivis, dan konsumen. Ketimbang kita memperdebatkan posisi yang kaku, dia menyarankan supaya orang Brasil ditarik ke berbagai arah sesuai dengan perintah pemerintahan internasional, kesenangan lokal, konsumsi magis, dan efisiensi ekonomi.
Beralaskan teori novelnya tentang "tekstualitas digital", buku ini menawarkan wawasan penting tentang kualitas betang-media (mediascape) saat ini serta norma politik dan budaya yang mengaturnya. Buku ini juga memperlihatkan bagaimana kapitalisme abad kedua puluh satu menghasilkan pembajakan bersamaan dengan penegakannya secara serempak, sekaligus menghasilkan pengalaman konsumen di Amerika Latin dan sekitarnya. Dengan teori novelnya tentang "tekstualitas digital", buku ini menawarkan wawasan penting tentang kualitas mediascape saat ini serta norma politik dan budaya yang mengaturnya. Buku ini juga menunjukkan bagaimana kapitalisme abad kedua puluh satu menghasilkan pembajakan dan penegakannya secara bersamaan, sekaligus menghasilkan pengalaman konsumen yang penuh di Amerika Latin dan sekitarnya.
Kita penyamun digital atau korban bajak laut digital?
8 Des 2020
*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional. http://sastra-indonesia.com/2020/12/bajak-laut-penyamun-digital/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar