Lukisan realis hasil daripada tangan dingin Rabdul Rohim. Satu lukisan ini saja rasanya tidak cukup untuk menegaskan perjalanan intelektual seorang perupa. Seniman yang juga gelisah dengan tradisi yang dipeluknya. Dalam hal ini Seblang. Penari Gandrung dan badut. Seribu penari Gandrung, jika dipadukan dengan seribu badut. Imajinasi mulai ngelantur. Tapi saya tak tahu pesan apa yang ingin disampaikan perupa. Ini merupakan sesuatu yang tengah bermain di bawah permukaan. Semacam transaksi antara yang tradisi dengan yang modern.
Proses itu sedikit banyak ada kaitannya dengan metafisika. Lukisan ini, setidaknya, mengandung itu. Tapi lagi-lagi saya tak tahu. Tradisi di Banyuwangi, yang primordial. Sesuatu yang primordial, menjadi inspirasi pelukis. Tidak serta-merta lukisan Seblang. Tapi di situ penuh simbul. Seblang perawan di Desa Olehsari, Kecamatan Glagah tengah menari. Tradisi yang terus ditampilkan tiap tahun. Rapalan dan doa-doa dipanjatkan. Kerumunan orang menonton, ada yang duduk santai sambil nyeruput kopi dan jajan bikang, dan kucur.
Memandang lukisan ini melahirkan narasi. Sesuatu yang realis secara perlahan berubah menjadi surealis. Karena perupa tak sekadar melukis Seblang. Ada sosok badut yang seolah ingin menarik Seblang sebagai tontonan belaka. Ditanggap dan orang-orang tepuk tangan. Semua riang gembira. Menjadi pasar dan pesta pora. Dikemas sebagai agenda wisata. Karena itulah lukisan ini menarik. Indah, tapi penuh makna. Mungkin makna yang samar-samar. Juga sejumlah pertanyaan yang belum selesai. Kondisi masyarakat Olehsari, Glagah yang sudah mengenal uang dan untung-rugi.
Juga prosesi ritual Seblang dari aliran kepercayaan antah- berantah. Kita perlu wawancara dengan orang yang dituakan di sana. Tentu saja ada riwayatnya. Riwayatnya bagaimana kini jadi samar-samar. Sebab badut pun kalau “diisi” bisa trence. Bisa kesurupan. Konon suara nenek moyang yang datang. Perupa Rohim gelisah. Seperti ada yang hilang dari Seblang. Seblang yang dulu sebagai subyek kini secara perlahan berubah menjadi objek. Sementara ’itu Seblang telah menyusup ke tubuh si pelukis. Lukisan ini saya kira, harus segera dilempar dan disulap menjadi nasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar