Ayu
Sulistyowati
Kompas, 21 Mei 2016
"Namun, ingatlah Kebo
Parang, kendalikan tubuh dan pikiranmu, kelima elemen dalam dirimu. Karena,
dengan itu, kau bisa mempergunakan pranamu dengan benar dan menghindarkanmu
dari kehancuran".
Demikian
petikan pesan Nyai Kalini kepada Kebo Parang dalam komik digital Chronicle of
Calonarang: Baladeva produksi Tantraz Comics Bali, halaman 50.
Baladeva merupakan komik karya
sastra digital pertama Indonesia yang menembus dunia dalam versi dua bahasa,
yakni Indonesia dan Inggris.
"Kebanggaan kami adalah
berupaya melahirkan komik sastra karya asli anak Indonesia ke pentas
mancanegara dengan teknologi. Kami ingin menghasilkan karya luar biasa,"
kata Ketua Tim Tantraz Comics Bali Putu Gde Ary Wicahyana, di Denpasar, Bali.
Empat tahun lalu, ia bermimpi
dan mencari cara bagaimana talenta orang Indonesia tak sebatas dimanfaatkan
perusahaan asing. Talenta bangsa ini harus bisa berharga di negerinya sendiri
dan menjadi kebanggaan. Ia pun mencari talenta-talenta itu tak hanya di Pulau
Bali.
Belasan anak Nusantara berhasil
dikumpulkan Ary di studio Tantraz di Denpasar. Mereka bekerja merangkai ide,
cerita, gambar demi gambar, dan semua proses dilalui dengan teliti. "Kami
ingin hasil yang luar biasa," ujar Ary.
Mengapa komik sastra? Menurut
Ary, generasi muda mulai memudar mengenal sastra hingga sejarah seperti
cerita-cerita kerajaan. Harapannya, melalui komik, ia bisa menarik perhatian
orang dan kembali tertarik menggali sejarah. Karena itu, karakter tokoh-tokoh
hingga seluruh adegannya pun dibuat mendekati riil dengan warna yang indah.
Membaca komik Baladeva, ada
uniknya sekaligus edukasi. Cerita yang berlatar tahun 1016 di Jawa Timur itu
terselip kata-kata sastra kawi. Namun, tak perlu khawatir mengenai
terjemahannya karena Ary dan kawan-kawan menyiapkan apendix di halaman paling
belakang komik 75 lembar itu dengan kertas eksklusif.
Tahun 2013, komik Baladeva
perdana beredar, justru berbahasa Inggris. Peluncurannya bekerja sama dengan
Kinokuniya dan Periplus. Perjalanannya pun melenggang hingga volume ketiga, dan
Tantraz Comics Bali makin dikenal.
Bahasa Inggris menjadi pilihan
bahasa komik bertokoh Kebo Parang ini. Alasan Ary, ia ingin menunjukkan
kemampuan anak Indonesia hebat dan bisa menembus pasar internasional.
Dan, komik karya Tantraz Comics
Bali dengan gambar- gambar setara animasi ini pun laris manis di pasaran Eropa.
Seribuan bukunya seharga Rp 300.000 per buku terjual. Tak sedikit yang memesan
puluhan buku meski ongkos kirimnya tak murah. Di Indonesia, hanya laku sekitar
200 buku.
Ary dan kawan-kawannya sempat
sedih karena bangsanya sendiri sulit diajak menghargai karya bangsanya sendiri.
Mahal menjadi salah satu alasan terbanyak komik ini tak terbeli di negeri
sendiri.
Buku digital
Namun, mereka tak menyerah.
Kini, volume empat dan lima pun siap beredar. Tahun ini, Tantraz mencoba
edukasi melalui jalur e-book (buku digital) dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
Harganya Rp 30.000 per volume, dan dapat diunduh untuk dibaca di mana saja.
Kerja sama pun melebar ke
Indosat dan beberapa bank. Aplikasinya dapat melalui Android ataupun Apple
Store.
Dalam e-book ini, Baladeva tak
sendiri. Tantraz menggandeng beberapa penulis sastra asal Bali, seperti Cok
Sawitri, melalui novel karangan terbarunya. Dua kampus di Bali, Universitas
Pendidikan Ganesha dan Institut Seni Indonesia Denpasar, bersedia bergabung dan
menjadikan karya-karya sastra budaya mahasiswa mereka berbentuk buku digital.
"Yang kami pahami, karya
sastra biasanya susah dijual apalagi di era anak muda yang makin kurang budaya
membacanya. Kami berupaya memberi sentuhan ilustrasi gambar yang cantik dan
semenarik mungkin, lalu dijual melalui e-book. Kami membuka selebarnya agar
Tantraz bisa dimanfaatkan orang Indonesia yang berkarya sastra budaya dan
sama-sama berjuang mengedukasi ke masyarakat dan dunia," ujar Ary.
Tantraz adalah sebagai kapal
buku digital untuk seluruh karya sastra dan budaya Indonesia, terutama bagi
mereka yang kesulitan mencetak hingga menjualnya. Tantraz e-book siap membantu
dan bagi hasil 60 persen ke penulis dari seluruh penjualan melalui digital ini.
Cok Sawitri tidak menyangka
betapa hebatnya anak Tantraz ini menembus mancanegara melalui teknologi. Ia
memercayakan novel-novel terbarunya, seperti Karna, dicetak digital dan sangat
luar biasa menarik dengan ilustrasi.
"Mereka cemerlang. Saya tak
ragu bergabung memperkenalkan karya sastra terbaru ini melalui e-book. Saya
mulai sadar ini era teknologi dan masyarakat mulai pintar menggunakan gadget
modernnya," kata Cok.
Edwin Pudjiono, penulis asal
Surabaya, yang bergabung dengan Tantraz, mengatakan, Tantraz Comics Bali
merupakan wadah sastra yang tiada tara. "Anak muda kreatif dan inovatif
seperti ini harus didukung. Mereka berkorban demi nama Indonesia bisa dihargai
dunia," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar