Jawapos, 27 Februari 2011
Surabaya– Orang Tionghoa dan Jawa pernah bersatu alam peprangan melawan penjajah VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie -Perserikatan Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan Hindia Timur Belanda )pada 1740-1743. Perang itu lebih dikenal sebagai Perang Sepanjang.
Itu karena tokoh sentral yang menjadi pemimpin pasukan bernama Sepanjang atau Kapitan Sepanjang. Orang VOC menyebutnya Khe Sepanjang. Pada versi lain Souw (Oey) Phan Chiang, Wang Tai Pin, atau Tay Wan Soey.
“Awal mulanya sekitar sepuluh ribu orang Tionghoa dibantai. Sebab, mereka tak mau membayar pajak yang tinggi pada VOC,” jelas KRMH Daradjadi Gondodiprodjo pada bedah bukunya kemarin (26/2).
Dalam buku berjudul Perang Sepanjang 1740-1743: Tionghoa Jawa Lawan VOC itu dijelaskan bahwa saat pembantaian tersebut di pabrik gula di daerah Gandaria, ratusan orang Tionghoa berkumpul dan menghimpun kekuatan untuk melawan VOC.
Mereka bergerak melawan pos-pos kekuatan VOC. Karena kalah jumlah, mereka mundur. Tapi tak sedikit yang bergabung dengan kelompok itu. “Lantas mereka diterima Raja Mataram Pakubuwono II dan membantu melawan VOC.” imbuhnya.
Pada waktu itu, kerajaan Mataram yang beribukota di Kartosura ingin terbebas dari intervensi VOC. Kapitan Sepanjang pun bersatu dengan Mataram dan berhasil melepaskan diri dari VOC. “Disinilah mereka sama-sama punya kesatuan tekad . Kapitan Sepanjang dari Tionghoa dan pasukan Mataram dibawah pimpinan Bupati Grobogan Martapura bersatu,” jelas pria keturunan Amangkurat II itu.
Namun, posisi berubah saat VOC berhasil memukul mundur pasukan gabungan itu. Pada posisi itu, VOC menekan Pakubuwono II dengan memberikan pilihan untuk bergabung dengan serikat dagang tersebut atau kekuasaannya dicabut. Pakubuwono memilih bergabung dengan VOC.
“Martapura dalam posisi sulit. Dia berseru pada para pasukannya untuk memilih . Tunduk pada aturan atau memihak pada nurani. Sebab, membela VOC berarti membela kejahatan. Akibatnya akherat,” ujarnya.
Pada bedah buku yang diadakan di ruang seminar toko buku Petra Togamas itu, Daradjadi menerangkan , Kapitan Sepanjang beberapa kali singgah di berbagai tempat untuk menghindari kejaran kumpeni. Di tempat yang disinggahi itu terdapat jejak-jejak keberadaan Kapitan itu. Misalnya, di daerah Karanganyar ditemukan desa bernama Sepanjang. Di Wonogiri ada daerah bernama Umbul Pacinan yang memiliki sebuah situs bersimbol naga.
Dia juga meyakini berdasar data yang dikumpulkan, Kapitan Sepanjang membantu memimpin pemberontakan besama Mas Ibrahim, putra Untung Surapati dari Surabaya. Lantas dia menghubungkan dengan nama Sepanjang yang ada di Sidoarjo.
“Mungkin pernah berkemah disitu. Karena memiliki nilai keistimewaan bagi rakyat setempat, nama itu dijadikan nama daerah,” terangnya.
sebagai pembanding, dalam bedah buku tersebut dihadirkan prof. Wasino M Hum dari Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Dalam paparannya dia menerangkan dua catatan penting dari aspek metodologis dan nilai substantif buku tersebut.
Menurutnya, perlu cross check data lebih detil tentang fakta-fakta sejarah di buku tersebut. “Kalau dalam penelitian kuantitatif, berupa triangulasi data,”kata guru besar sejarah itu.
Secara substantif, lanjutnya, buku itu bisa dijadikan landasan bahwa orang Tionghoa punya sejarah hubungan yang baik dengan orang Jawa.
“Tidak ada salahnya mengusulkan Kapitan Sepanjang sebagai pahlawan Nasional. Dia juga berperan. Mas Ibrahim dan Untung Suropati saja bisa dijadikan pahlawan nasional.” ujarnya.
Bedah buku itu diselenggarakan Center for Chinese Indonesian Studies (CCIS) Universitas Kristen Petra, Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Jawa Timur, Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok (PPIT) Jawa Timur, Perkumpulan Kebangsaan Anti Diskriminasi (PeKAD) dan Toko Buku Petra-Toga Mas.
https://radiobuku.com/2011/02/kapitan-sepanjang-layak-jadi-pahlawan-nasional/
Surabaya– Orang Tionghoa dan Jawa pernah bersatu alam peprangan melawan penjajah VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie -Perserikatan Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan Hindia Timur Belanda )pada 1740-1743. Perang itu lebih dikenal sebagai Perang Sepanjang.
Itu karena tokoh sentral yang menjadi pemimpin pasukan bernama Sepanjang atau Kapitan Sepanjang. Orang VOC menyebutnya Khe Sepanjang. Pada versi lain Souw (Oey) Phan Chiang, Wang Tai Pin, atau Tay Wan Soey.
“Awal mulanya sekitar sepuluh ribu orang Tionghoa dibantai. Sebab, mereka tak mau membayar pajak yang tinggi pada VOC,” jelas KRMH Daradjadi Gondodiprodjo pada bedah bukunya kemarin (26/2).
Dalam buku berjudul Perang Sepanjang 1740-1743: Tionghoa Jawa Lawan VOC itu dijelaskan bahwa saat pembantaian tersebut di pabrik gula di daerah Gandaria, ratusan orang Tionghoa berkumpul dan menghimpun kekuatan untuk melawan VOC.
Mereka bergerak melawan pos-pos kekuatan VOC. Karena kalah jumlah, mereka mundur. Tapi tak sedikit yang bergabung dengan kelompok itu. “Lantas mereka diterima Raja Mataram Pakubuwono II dan membantu melawan VOC.” imbuhnya.
Pada waktu itu, kerajaan Mataram yang beribukota di Kartosura ingin terbebas dari intervensi VOC. Kapitan Sepanjang pun bersatu dengan Mataram dan berhasil melepaskan diri dari VOC. “Disinilah mereka sama-sama punya kesatuan tekad . Kapitan Sepanjang dari Tionghoa dan pasukan Mataram dibawah pimpinan Bupati Grobogan Martapura bersatu,” jelas pria keturunan Amangkurat II itu.
Namun, posisi berubah saat VOC berhasil memukul mundur pasukan gabungan itu. Pada posisi itu, VOC menekan Pakubuwono II dengan memberikan pilihan untuk bergabung dengan serikat dagang tersebut atau kekuasaannya dicabut. Pakubuwono memilih bergabung dengan VOC.
“Martapura dalam posisi sulit. Dia berseru pada para pasukannya untuk memilih . Tunduk pada aturan atau memihak pada nurani. Sebab, membela VOC berarti membela kejahatan. Akibatnya akherat,” ujarnya.
Pada bedah buku yang diadakan di ruang seminar toko buku Petra Togamas itu, Daradjadi menerangkan , Kapitan Sepanjang beberapa kali singgah di berbagai tempat untuk menghindari kejaran kumpeni. Di tempat yang disinggahi itu terdapat jejak-jejak keberadaan Kapitan itu. Misalnya, di daerah Karanganyar ditemukan desa bernama Sepanjang. Di Wonogiri ada daerah bernama Umbul Pacinan yang memiliki sebuah situs bersimbol naga.
Dia juga meyakini berdasar data yang dikumpulkan, Kapitan Sepanjang membantu memimpin pemberontakan besama Mas Ibrahim, putra Untung Surapati dari Surabaya. Lantas dia menghubungkan dengan nama Sepanjang yang ada di Sidoarjo.
“Mungkin pernah berkemah disitu. Karena memiliki nilai keistimewaan bagi rakyat setempat, nama itu dijadikan nama daerah,” terangnya.
sebagai pembanding, dalam bedah buku tersebut dihadirkan prof. Wasino M Hum dari Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Dalam paparannya dia menerangkan dua catatan penting dari aspek metodologis dan nilai substantif buku tersebut.
Menurutnya, perlu cross check data lebih detil tentang fakta-fakta sejarah di buku tersebut. “Kalau dalam penelitian kuantitatif, berupa triangulasi data,”kata guru besar sejarah itu.
Secara substantif, lanjutnya, buku itu bisa dijadikan landasan bahwa orang Tionghoa punya sejarah hubungan yang baik dengan orang Jawa.
“Tidak ada salahnya mengusulkan Kapitan Sepanjang sebagai pahlawan Nasional. Dia juga berperan. Mas Ibrahim dan Untung Suropati saja bisa dijadikan pahlawan nasional.” ujarnya.
Bedah buku itu diselenggarakan Center for Chinese Indonesian Studies (CCIS) Universitas Kristen Petra, Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Jawa Timur, Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok (PPIT) Jawa Timur, Perkumpulan Kebangsaan Anti Diskriminasi (PeKAD) dan Toko Buku Petra-Toga Mas.
https://radiobuku.com/2011/02/kapitan-sepanjang-layak-jadi-pahlawan-nasional/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar